Tourism Alternative

Terombang-ambing di Lautan - KM. Awu

https://tourismalternative.blogspot.com/2011/11/terombang-ambing-di-lautan-km-awu.html

Ini merupakan pengalaman terlama bagiku dengan menggunakan kapal laut, menaiki KM. Awu selama 3 hari 3 malam dengan tujuan kota Ende di pulau Flores dari kota Surabaya menjadi titik awal perjalananku dalam berkelana di Pulau Flores.
Sedatangnya dari Malang setelah pendakian Gunung Semeru bersama team ElKaPe Indonesia selama 4 hari, dari Stasiun Gubeng di Surabaya saya segera menuju Kantor PT. Pelni untuk membeli tiket kapal laut. Ternyata jamnya berubah dari yang sebelumnya pukul 13.00 menjadi pukul 19.00, sehingga saya masih punya waktu untuk bersantai di kota Surabaya.
Pukul setengah enam sore saya menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan diantarkan oleh kekasih tercinta, ternyata di pelabuhan sangat penuh oleh manusia, hingga banyak yang menggelar tikar di depan pelabuhan, saya berharap di kapal tidak sepenuh itu, namun ternyata begitu memasuki KM. Awu ternyata tidak ada lagi tempat kosong di dalam kabin, saya berkeliling mencari tempat hingga semua ruangan saya masuki namun tetap saya semua sudah ada orang yang mengisinya, akhirnya saya duduk di samping kapal untuk makan dan baru setelah itu mencari tempat untuk menggelar matras. Ternyata kapalnya sudah sandar dari pukul 15.00 jadi mereka yang sudah menunggu berhari-hari di pelabuhan langsung menguasai bagian dalam kapal.
Untung saja saya membeli matras di kota Malang sebelum pendakian Gunung Semeru kemaren, setelah ngobrol dengan seorang bapak dari kota Solo akhirnya saya menggelar matras di dekatnya di dek bagian belakang kapal di lantai 3. Sleeping bag yang saya gunakan menolong saya dari dinginnya angin malam di atas laut, dan sayapun langsung tertidur lelap.
Saya terbangun di pagi hari karena mendengar azan subuh dari Mosholla kapal yang tepat di belakan saya, walaupun sang mentari belum muncul namun di ufuk timur terlihat semburat warna merah yang indah sekali, kemudian cahaya merah tersebut perlahan-lahan hilang berganti dengan munculnya benda bulat berwarna merah seperti kue Untuk-untuk (Kue dari Kalimantan), perlahan-lahan seperti keluar dari garis horizon samudra, sungguh pagi yang indah.
Di atas kapal buatan 1991 ini tidak banyak yang bisa dilakukan selain jalan-jalan keliling kapal, tidur dan ngobrol-ngobrol dengan penumpang lain, ternyata kebanyakan penumpang di dek sekitar saya adalah orang-orang dari Jawa yang ingin memcari kerja di NTT, namun saya juga sempat ngobrol dengan soerang pemuda asal Maumere bernama Bangka (hehe.. kebetulan waktu nulis ini di lewat dan nyolek saya). Dibalik penampilannya yang sangar seperti preman dengan rambut gondrongnya ternyata dia teman ngobrol yang baik. Dia berkerja di singapura sebagai operator alat berat di Bandar, di bercerita tentang disiplinnya orang di sana tentang kebersihan, diapun pernah di kurung karena waktu pertama kali datang di merokok di tempat umum.
Setiap penumpang di kapal ini mendapat jatah makan 3 kali sehari, ketika waktu makan tiba kru kapal mengumumkannya di pengeras suara lalu berbondong-bondonglah para penumbang untuk menuju tempat pengambilan ransum makanan, panjangya antrian para penumpang yang hendak mengambil makan hingga mengelilingi ruang makan sampai ke sebelah kapal, walaupun sudah tiga bari namun tetap saja karena banyaknya penumpang kita harus menunggu hingga setengah jam lebih, seperti di penjara saja kata bapak yang juga mengantri di belakangku.
Ternyata menu makannyapun ala kadarnya, di pagi hari menunya adalah nasi yang agak keras di tambah dengan telur dadar yang sudah di potong entah menjadi berapa bagian, di tambah sedikit sambal yang tidak pedas menurut saya, sungguh menu yang sangat tidak menggiurkan, apalagi menu makan siang dan malam tambah parah, hanya ikan yang rasanya hampir busuk di tambah dengan dua potong terong yang dimasak seperti sejenis kareh.
Setiap hari para awak kapal membersihkan kapal, namun membuat kita terkejut ketika sampahnya berterbangan di samping kita, selidik punya selitik ternyata mereka membuang langsung sampahnya ke laut dari samping kapal, sampah plastik, sherefoam, dan bekas makanan segera berhamburan di atas laut. Sungguh disayangkan seharusnya mereka tidak membuannya ke laut, pihak Pelni selaku pengelola pasti tau bagaimana dampaknya kalau membuang sampah di laut dan ikut menjaga kebersihan laut kita, tidak heran kejadian seperti di Pantai Kute bali yang tiba-tiba diserbua oleh ribuan sampah masuk majalah di luar negri.
Terombang ambing di laut membuat saya lapar, walau saya tahu harga di atas kapal pastilah mahal namun saya ingin mencobanya, saya memesan segelas Popmie di cafetaria, ternyata harganya Rp, 7.000,-. Namun baru dua suapan saya menikmatinya sudah ada panggilan untuk mengambil jatah makan siang, akhirnya saya memutuskan untuk mengambil nasi kemudian mencampurnya dengan Popmie tadi agar nasinya lebih berasa.
Perjalanan dengan kapal menjadi makin lama karena kita tidak berjalan lurus, namun mengelilingi beberapa pulau yang kita lewati, kita berhenti di beberapa kota untuk menurunkan dan menaikan penumpang, seperti di Pelabuhan Benoa (Bali), Pelabuhan Lembar (Lombok), Pelabuhan Bima (NTB), Pelabuhan Waingapu (Pulau Sumba), ketika mengelilingi selatan pulau Bali menjadi pengalaman yang berbeda bagi saya, di iringi oleh Lumba-lumba yang berloncatan saya bisa melihat Pura Uluwatu dari sisi yang berbeda dan tidak bisa dinikmati oleh wisatawan biasa, dari kapal terlihat kilatan-kilatan flash dari camera wisatawan yang sedang bernarsisria di pulau bali. 
Kapal merapat di beberapa pelabuhan di atas tadi tidak sebentar, hingga saya memanfaatkannya untuk sekedar menjejakan kaki di darat, seperti di pelabuhan Tanjung Benoa Bali saya sempat melihat-lihat di sekitar pelabuhan, di sini banyak kapal-kapal mewah untuk melayani turis-turis yang sedang sandar seperti kapal Phinisi dan kapal pesiar Quicksilver yang sering dipakai untuk syuting FTV. Di sini saya juga menyempatkan diri untuk mandi di ruang tunggu, karena saya malas mandi di kapal, selain bau dan banjir juga harus menunggu lama, namun sayangnya colokan tidak ada yang kosong hingga saya tidak bisa mengisi ulang baterai HP saya.
Begitu juga di pelabuhan lain pasti saya sempatkan untuk turun, sekedat melepas kebosanan karena berhari-hari di atas kapal maupun untuk membeli makan untuk mengganti menu di atas kapal yang membuat eneg. Sekalian menjejakan kaki di pulau yang belum sempat saya explore, seperti di pulau Sumba  yang terkenal dengan kuda dan upacara Pasolanya, kalau di tanya pernahkah ke pulau Sumba?paling tidak saya bisa menjawab “Ya” dengan yakin, walau hanya di pelabuhannya saja..:-)
Sebenarnya rute yang dilalui kapal ini masih panjang hingga ke Kupang dan Alor, namun karena tujuan saya di Nusa Tenggara Timur ini adalah kota Ende jadi saya harus meninggalkan kapal ini dengan berat hati (haha..). Kapal merapat di Pelabuhan Ende di malam yang gelap sekitar pukul 2 pagi, namun di pelabuhan sudah banyak orang yang menunggu untuk naik kapal ini. Di sini saya harus berpisah dengan teman-teman baru saya selama perjalanan, mereka menuju kota Maumure sedangkan saya hanya sampai Kota Ende.
Untuk pertualangan saya di Flores dan Kota Ende tunggu postingan saya yang selanjutnya di sini.
Note:
Tiket Kapal Suarabaya-Ende: Rp.382.000
Popmie (Kapal): Rp. 7.000
Kue Kering : Rp. 10.000
Kopi : Rp. 5.000
Makan+Air Mineral (Waingapu): Rp. 12.000
Makan+Air Mineral (Ende) : Rp. 9.000

0 komentar:

Posting Komentar

Support by: Informasi Gadget Terbaru - Dewa Chord Gitar | Lirik Lagu - Kebyar Info
Copyright © 2014 Tourism Alternative Design by SHUKAKU4RT - All Rights Reserved