Tourism Alternative

(Kindly Flores) Mengunjungi Pengasingan Bung Karno di Ende

https://tourismalternative.blogspot.com/2011/11/kindly-flores-mengunjungi-pengasingan.html

Tiba di suatu tempat yang tidak kita kenal memang kadang membuat bingung, apalagi datangnya pukul 2 dini hari seperti yang saya alami ketika pertama kali menjejakan kaki di pulau Folres atau tepatnya di kota Ende, akhirnya saya coba tanya-tanya ke dalam ruang tunggu penumpang apakah diperbolehkan untuk tidur di situ, akhirnya saya juga diperbolehkan karena juga ada penumpang KM. Awu juga yang sedang beristirahat di sana, namun pukul 3 pagi saya dibangunkan oleh bapak kepala pelabuhan karena katanya tempat ini akan di kunci dan sayapun diusir secara halus, mata yang masih ngantuk membuat saya males berpikir akhirnya matras saya seret dan saya gelas di beranda pelabuhan dan melanjutkan tidur lagi.
Pagi harinya saya terbangun oleh kokokan ayam dan suara-suara orang yang entah mau pergi atau datang melaut, setelah hari agak terang saya segera beranjak, namun masih belum meninggalkan pelabuhan karena saya ingin menggali informasi terlebih dahulu kepada penduduk sekitar, ternyata bapak yang saya ajak ngobrol juga punya anak yang sedang bekerja di kalimantan, bahkan bapak yang satunya juga pernah ke Banjarmasin. 
Barulah saya bisa melihat gunung Meja yang tadi malam ketika saya datang hanyalah keliatan siluetnya, gunung ini dinamakan Gunung Meja karena atasnya yang datar sehingga keliatan seperti meja. Di sekitar pelabuhan banyak kapal nelayang yang sedang sandar di sepanjang pantai yang pasirnya agak hitam. Terlihat banyak sekali sampah berhamburan bekas keramaian tadi malam, beberapa anak-anak mengumpulkan botol-botol yang berserakan, ketika saya tanyakan apakah mereka tidak sekolah, eh tenyata itu hari minggu. Maklum kalau gak kuliah jadi sering lupa hari..:-)
Angkot ke pelabuhan katanya agak siang baru ada, dan ketika saya tanyakan berapa jarak ke pusat kota ternyata ada seorang bapak yang menjawab tidak jauh, bisa kok jalan kaki katanya. Akhirnya saya memutuskan untuk berjalan kaki, ternyata tak jauh dari pelabuhan ini ada sebuah mesjid, sayapun mampir di sana sekedar untuk mencuci muka dan gosok gigi, kalau tau dari tadi malam mendingan tidur di sini deh. Di jalan saya sempat mampir ke sebuah warung yang hanya menjual nasi bungkus, ternyata hanya nasi kuning dengan lauk tempe hanyalah Rp. 2.000.
Tujuan awal saya adalah ke desa Moni, sebuah desa yang menjadi persinggahan ketika ingin melihat Danau Kelimutu yang terkenal itu, namun mumpung masih di Ende dan masih pagi akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi bekas rumah pengasingan mantan Presiden pertama kita yaitu bapak Soekarno. Saya yang buta arah dan tak tau jalan memanfaatkan peta yang lebih akurat yaitu bertanya, sesuai pepetah “Malu bertanya sesat di jalan”, sebenarnya bnyak juga yang menyarankan untuk naik ojek, namun saya ingin menikmati kota Ende dan sekalian berolah raga mumpung masih pagi, namun yang paling membuat saya deg-degan ketika bertanya dengan seorang bapak, badannya besar dan sebilah parang di tangannya,
“Permisi pak, maaf ganggu,arah ke Jalan Perwira ke mana ya?
“Kamu dari mana??”(masih dengan tanpa senyum)
“Dari Kalimantan pak”
“Kalimantan mana”
Duh, ko jadi saya yang ditanya-tanya gini, mana muka bapaknya seram lagi..
“Kalimantan tengah pak...knpa ya pak?’
“Tidak apa-apa, sapunya kelurga juga kerja di kalimantan, dia orang sudah lama di sana”
“ooooh..”
 “Mau apa ke jalan Perwira”
“Mau ke bekas rumah pengasingan Bung Karno pak..”
“Punya Kertas??”
Langsung saya robek selembar kertas dari block note saya dan saya berikan kepada bapaknya, dan ternyata di membuat peta menuju ke Jl. Perwira, lalu dijelaskanlah panjang lebar oleh beliau, tapi saya masih kurang mengerti namun berlagak mengerti saja. Huft ternyata gak sesangar penampilannya, dan orannganya baik hati, di sini lah saya mulai merasakan kehangatan dari orang-orang Flores.
Setelah sekali lagi bertanya kepada orang lain untuk memastikan jalan akhirnya saya yakin dengan jalan yang saya lalui, di Jl. A. Yani saya berpapasan dengan orang-orang Ende yang banyak berpakainya adat mereka lengkap dengan kain Sonket serta yang laki-laki pakai baju resmi, setelah dekat dengan sebuah gereja yang besar barulah saya sadar kalau itu hari Minggu, mereka baru saja pulang dari beribadah di Gereja.
Akhirnya saya bertemu juga dengan plang jalan yang bertuliskan Jl. Perwira, kurang lebih 50 meter tampaklah sebuah bangunan biasa seperti rumah-rumah di sekitarnya namun ada tulisan “Situs Bekas Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende”, namun pagarnya tertutup rapat. Akhirnya saya bertanya kepada seorang ibu yang punya kios di sebelahnya ternyata katanya yang pegang kunci baru saja pergi, biasanya sih bisa di panggil namun bayarin ojek untuk menjemputnya sebesar Rp. 20.000, sayapun mikir (Maklum backpacker kere), akhirnya sayapun duduk saja di situ sambil bertanya-tanya tentang rumah itu, ternyata ibu An ini adalah keturunan pemilih rumah itu, katanya dulu sewaktu datang ke Ende bung karno tidak ingin turun dari kapal, beliau mau turun asal dicarikan rumah seorang haji yang mengadap ke Barat. Setelah dicarikan oleh belanda dan dapatlah rumah itu.
 
Di rumah inilah Bung Karno tinggal selama masa pengasingan selama 4 tahun dari tahun 1934 sampai tahun 1938 di kota Ende ini, kota Ende yang dipagari oleh bukit-bukit yang seakan-akan menjadi pelindung dari laut yang tenang. Saya juga sempat ngobrol-ngobrol dengan bapak-bapak yang ada di seberang rumah itu, mereka juga bercerita bahwa di Flores di Kota Endelah yang banyak muslimnya, sedangkan yang lainnya, mayoritas kristen, namun bagi saya hal itu tidak masalah, karena saya tidak memandang agama, yang penting mereka masih satu dibawah naungan Merah Putih.
Karena yang bawa kunci tenyata sedang ada acara pernikahan lalu saya dibawa untuk masuk ke dalam pagar melewati bagian belakan rumah melewati depan rumah orang, ditemani oleh Manto saya menjelajahi sekitar rumah tersebut, di bagian belakan ada ruang semedi yang katanya tidak boleh sembarang orang masuk ke sana, juga terdapat sebuah sumur tua yang airnya sangat jernih, saya coba menimba air dan mencuci muka di sana ternyata airnya sangat segar. Di bagian samping rumah ada bale-bale yang bisa digunakan untuk beistirahat oleh para pengunjung rumah ini. Karena tak dapat masuk jadinga saya hanya foto-foto di sekitar rumah dan juga di bagian depan rumah.
Di Kota Ende terdapat dua buah terminal, yang pertama terminal Ndao dan kedua terminal Rawareke, karena tujuan saya selanjutnya adalah desa Moni maka saya harus ke terminal Rawareke, dari rumah pengasingan tadi saya diantarkan oleh Manto, namun sebelum ke terminal kami mampir ke sebuah taman yang ada patung Bung Karno sedang berdiri.
Di sana terdapat sebuah lapangan bola yang luas dan di samping lapangan tersebut ada puhun sukun yang sering digunakan oleh Bung karno untuk berteduh dan merenung, di sinilah beliau memikirkan kemungkina dasar negara Republik Indonesia yang kemudian disebut dengan pancasili, sesuai dengan daun sukun yang bergerigi lima buah. Sebenanrnya pohon tersebut telah tumbang terkena angin namun kemudian ditanam kembali pada tanggal 17 Agustus 1981 tepat pukul 9 pagi, penanaman pohon bersejarah tersebut dilaksanakan dengan upacara singkat yang juga dihadiri oleh teman Bung Karno selama di Ende.  
Di terminal rupanya kita harus menunggu di pingggir jalan di depan terminal, untuk ke Moni kita bisa naik angkot atau Bus kecil jurusan Maumere atau Larantuka, namun ada juga bus Damri yang sampai pasar Moni. Dan beruntungnya ada seorang anak muda yang bersekolah di Ende dan ternyata berasal dari Moni dan akan pulang kampung, akhirnya saya berangkat bareng dia.
Note:
Makan: Rp.2.000
Ojek : Rp. 10.000

0 komentar:

Posting Komentar

Support by: Informasi Gadget Terbaru - Dewa Chord Gitar | Lirik Lagu - Kebyar Info
Copyright © 2014 Tourism Alternative Design by SHUKAKU4RT - All Rights Reserved