Beruntung saya menemukan host sebaik teman saya Rinja ini, pagi-pagi saya diantar dengan mobilnya menyusuri jalan mataram untuk mencari angkot menuju Bangsal Pamenangan. Dari Rinja juga saya tahu banyak tentang sejarah dan kebudayaan Maratam, setelah kemaren kita mengunjungi museum kini di jalan dia juga bercerita tentang sejarah Mataram yang ternyata berasal dari kata “Mata Haram” dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan kerajaan Mataram di masa lalu.
Pantai Gili Trawangan |
Saya diturunkan disebuah pasar tradisional dan untungnya ada sebuah angkot atau Engkel mereka menyebutnya mau berangkat menuju pelabuhan Pamenangan. Di dalamnya kita harus berbagi dengan barang dan sayuran yang menguasai hampir separoh isi mobil ini.
Perjalanan menuju Bangsal Pamenangan melalui jalan hutan yang berkelok-kelok, jalannya mulus tidak seperti jalan di Kalimantan yang rusak parah. Macaqua terlihat berlompatan di pepohonan disepanjang jalan, bahkan ada juga yang bersantai di pinggir jalan memandangi kami yang lewat.
Ternyata sesampainya di Pemenangan bapak ini juga menuju Pelabuhan karena ada yang akan dijemput sehingga saya bisa langsung menumpang sampai Pelabuhan dan tidak harus menumpang cidomo lagi. Tarif menuju Bangsal Pemenangan biasanya Rp. 10.000, namun ketika saya bayar dia tidak punya kembalian, sedangkan uang kecil hanya ada Rp. 8000, namun akhirnya beliau meminta uang kecil yang ada tersebut saja.
Kapal Penyeberangan ke 3 Gili |
Setelah menunggu Bang Jo datang kita langsung menyeberang menuju Gili Trawangan, tarif sekali jalan hanya Rp. 10.000, kapal akan berangkat setelah penumpang penuh dan sebelumnya kita harus membeli tiket di loket yang telah disediakan dan ketika quota sudah mencukupi maka kita akan dipanggil sesuai dengan warna tiket yang kita pegang. Selain turis yang akan berlibur di tengah kapal ini juga penuh barang untuk kebutuhan warga di Gili Trawangan.
Setelah perjalanan sekitar setengah jam akhirnya kita merapat di pasir putih Gili Trawangan karena memang tidak ada pelabuhannya disini. Sayapun langsung diajak untuk berjalan mengikuti Bang Jo tanpa tau tujuan kita kemana hingga akhirnya kita tiba disebuah Cafe dan membawa saya kedapur untuk meletakan tas saya.
Cafe di Gili Trawangan |
Karena tak sabar sayapun langsung berganti baju, dan oleh Bang jo saya disuruh saja untuk memilih alat snorkeling yang disewakan di depan café, ketika saya tanyakan berapa harga sewanya dia bilang “Sudah pakai saja dulu, gampang itu” ya sudah akhirnya saya langsung menuju pantai dan langsung menceburkan diri.
Well, berbeda dengan ekspektasi saya bawah laut yang dekat di tepi pantai timur Gili Tawangan kebanyakannya sudah rusak, apalagi sebelumnya saya snorkeling di Pantai pink yang terumbu karangnya berwarna-warni membuat tempat ini terlihat kontras. Namun ada sedikit pengobat kekecewaan saya dengan bertemu dengan penyu hijau yang sedang berenang sendirian serta melihat karang transplatasi dengan berbagai macam bentuk yang sudah mulai tumbuh.
Setelah puas bersnorkeling sayapun akhirnya berjalan menyusuri jalan Gili Trawangan ke Arah timur untuk mecari tempat yang nyaman untuk menyantap nasi bungkus yang saya beli di Pelabuhan sebelum menyeberang.
Panaaasss :-) |
Di depan cafe ada sebuah tempat penangkaran penyu, di tempat ini tukik-tukit lucu ini dibesarkan baru kemudian dilepaskan ke laut begitu cukup besar untuk bertahan dari predator. Sejak adanya penangkaran inilah kita kembali bisa sering melihat penyu berkeliaran disekitar Gili Trawangan.
Ketika sedang menikmati pantai Gili Trawangan yang panas serta bule-bule yang makin terbuka ketika sunbathing diatas pasir pantai tiba-tiba Bang Jo datang, katanya dia dari tadi nyariin saya pengen ngajak makan. Sayapun bilang bahwa saya baru makan,namun dia tetap memaksa dan akhirnya sayapun terpaksa mengikutinya ke café.
Santai di Pantai |
Bungalow bentuk rumah adat |
Sembari menikmati Nasi Goreng dia bercerita, tentang dia yang dari kecil sudah berada dilaut dan bahkan pernah sampai keluar darah dari telinga ketika mengambilkan masker yang jatuh oleh wisatawan. Masih banyak juga orang-orang sana yang tahan berpuluh-puluh menit freediving di bawah laut ternyata.
Tak terasa hari sudah mulai sore, sayapun harus kembali ke Lombok, dan kebetulan Bang Jo juga ingin menyeberang akhirnya kita ke sama-sama menuju pelabuhan, ada sebuah kapal yang sudah penuh dan mau menyeberang, sayapun langsung diajak naik ke atas kapal,”Nanti aja diseberang beli tiketnya” katanya.
Perjalanan kali ini lebih mengasikkan dari ketika berangkat tadi karena gelombangnya lebih besar, berkali-kali air laut menyiram para penumpang didalamnya sampai ibu-ibu banyak yang menjerit-jerit ketika terkena air, sayapun melindungi diri dengan martas yang saya bawa.
Suasana Bangsal Pamenangan |
Di Bangsal Pamenangan saya harus berpisah dengan saudara baru di Lombok ini, sayapun menunggu angkutan umum yang menuju Mataram di sebuah persimpangan, untungnya ada sebuah bis yang lewat dan langsung menuju kota Mataram, turun di luar terminal mandalika sayapun langsung melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Lembar dengan angkot yang kebetulan juga mau berangkat, akhirnya saya harus meninggalkan Tanah Lombok dan ketika menyelesaikan tulisan ini saya baru kembali dari Lombok untuk kedua kalinya dua tahun berikutnya.
Happy Responsible Travel!
Indra Setiawan (@bpborneo)
0 komentar:
Posting Komentar