Tourism Alternative

(Wakatobi Part 3) Pulau Hoga, Tempatnya Pencari Ketenangan

https://tourismalternative.blogspot.com/2012/08/wakatobi-part-3-pulau-hoga-tempatnya.html


Cerita sebelumnya bisa dibaca disini.
Dari Tomia menuju Pulau Keledupa ditempuh sekitar 2 jam, dan kapal ini tidak singgah di pelabuhan hanya melambat dan bagi kita yang ingin turun terlebih dahulu naik Body (Kapal kecil) ke dermaga dengan bayar Rp. 10.000, ada tiga orang yang turun dari kapal ini,saya sorang bapak dan ibu. Pelabuhan tempat kita turun ini berbeda dengan tempat pelabuhan penyebrangan ke Pulau Hoga, saya terlebih dahulu naik ojek ke sana dan untungnya ketika sampai di pelabuhan ada yang baru mengantar orang dan sayapun ikut dia. Namanya Ulan, kita mengobrol banyak di perjalanan dan saya dibawa berkelling-keliling di di Keledupa, bahkan ketika tau saya ingin ke Pulau Hoga saya dibawa ke kampungnya dan mencarikan kapal dengan teman-temannya.
Di dalam Kapal
Kampung Lefuto
Kampung Lefuto namanya, sambil menunggu temannya yang punya kapal saya bersantai dengan teman-temannya di desa ini, banyak daging kelapa yang dijemur di jalan yang nantinya akan diolah menjadi Kopra. Selain itu ada juga kolam kepiting di depan rumah kepala desa yang besar-besar.
Heading to Hoga
Ternyata ketika akan menyebrang teman-temannya juga ikut mengantar saya ke seberang, bahkan mereka membeli Kasuami dan ikan mentah untuk dibakar di Hoga, Asyeek. Menuju Pulau Hoga ditempuh dengan tidak lebih dari 30 Menit, sebelumnya kita melewati perkampungan Suku Bajo yang berada di tengah laut. Saya melihat kapal suku bajo yang tidak bermesin, untuk maju mereka menggunakan tenaga angin dengan layar kecilnya,bahkan ada juga yang kapalnya terbalik di tengah laut namun cepat mereka berbalik lagi naik dan membuang airnya, sungguh hebat suku penjelajah samudra ini, kalau ada waktu saya ingin lebih dekat menjelajah di kampung mereka.
Gazebo di pantai Hoga
 Dermaga dan pasir putih Pulau Hoga menyambut kedatangan kami, karena ujung dermaga masih terlalu tinggi akhirnya kamipun langsung mendaratkan kapal kita di pasir, Pantai di Hoga berpasir putih yang tidak terlalu luas namun memanjang utara. Di tepi pantai berjejer gazebo yang dibuat berderet di sepanjang pantai yang memang sengaja dibuat untuk bersantai di tepi pantai menikmati laut dan sunset di sore hari.
Dermaga  pulau Hoga
Setelah meletakan barang-barang kita di salah satu gazebo kitapun langsung mencari bahan untuk membakar ikan, untungnya disekitar banyak ranting-ranting dan sabut kelapa yang bisa kita pakai. Sangat simpel cara mereka membakarnya yaitu setelah dicuci di air laut ikan tadi diletakan begitu saja diatas api.
 Sambil menunggu ikan masak saya berjalan-jalan mengikuti jalan setapak, ternyata teman kami tadi sudah ada yang di bagian dalam pulau sedang duduk dengan beberapa orang yang ternyata adalah petugas sensus dari Bau-bau, setelah mendata Perkampungan Bajo mereka mampir untuk piknik ke Pulau Hoga.
Akhirnya ikan yang dibakar tadi sudah matang, setelah diangkat dari api kemudian dibersihkan ke air laut, dan siap untul disantap. Ternyata dengan dicuci ke air laut tadi sudah membuat rasa untuk ikan bakar tadi harus ditambah dengan rempah-rempah lainya, selain itu ikan segar ini terasa mais karena memang fres baru ditangkap dari lautan. Dan kasuami merupakan teman yang pas bagi ikan bakar tadi untuk menghilangkan lapar di siang ini.
Kasuami adalah makanan Khas dari Sulawesi Tenggara, saya temui ini sebelumnya di Bau-bau dan kemudian di wakatobi juga termasuk makanan pokok nelayan ketika mereka melaut, terbuat dari singkong yang dihaluskan Kasuami ternyata memberikan efek kenyang yang lebih sehingga pas untuk menemai ketika dilautan.
Makan-makaaan...
Selain Ikan bakar tadi ada juga lauk tambahan dari rombongan tadi yang kebetulan juga makan di samping kita dan membuat sesi “Piknik” hari ini semakin rame denga ocehan ibu-ibu itu. Tiga buah Kasuami ternyata masih tidak bisa kita habiskan karena memang efek kenyangnya yang lebih besar daripada nasi.
Ada juga bergabung bersama kami Traveler dari Flores yang bekerja dikaltim, dan cewek ini akhirnya menjadi teman saya satu-satunya di pulai ini setelah mereka pulang, selain bule yang juga berjumlah 4 orang. Selain itu Cuma staf-staf pengelola tempat ini yang berada bersama kita di Temapt ini.
Beningnyaaaaa...
Setelah teman-teman baru saya pulang sayapun segera menuju kantor  Operation Wallacea untuk mengurus tempat tinngakl saya di Pulau ini, Tak ada penginapan ataupun hotel di pulau Hoga, yang ada hanyalah bangunan-bangunan milik penduduk yang dijadikan Homestay bagi pengunjung pulau Hoga, satu bangunan ini bisa ditinggali oleh dua orang dengan denga tarfi Rp. 50.000 untuk per orangnya.
Sebenarnya saya ingin sekali Diving, namun karena waktu yang yang tak memungkinkan akhirnya sayapun langsung Snorkeling. Karena yang bisa mengantarnya ke tempat menginap entah kemana akhirnya transel saya titipkan di dapur dan langsung menu dermaga untuk memceburkan diri.
Memulai penelusuran dari ujung dermaga saya berenang agak ketengah menuju balon pelambung yang berada agak ketengah karena menurut petunjuk mereka tadi bahwa sopt yang agak bagus di sekitar balon yang berwarna orange. Terumbu karang dangkal di Hoga ternyata sudah banyak yang rusak dan tidak sesuai dengan ekspektasi saya,mungkin Karena sudah terlalu banyak orang yang kesini khususnya pada bulan Juli-September.
Hampir Sampai
Menyusuri tepian tebing ke laut dalam ternyata sedikit lebih bagus terumbu karangnya yang kebanyak berkenis keras, dan yang membuat saya terkejut ada sejenis bale-bale di kedalaman sekitar 10 meter dan dibawahnya masih ada beberapa tingkatan lagi, saya pikir apa ada yang bersantai di bawah laut seperti ini sehinggga dibuatkan bale-bale. Belakangan saya tau ternyata ini adalah tempat untuk latihan diving. Di sini juag diadakan pemecahan rekor penyelam terbanyak ketika 17 Agustus.  Meyusuri lebih jauh akhirnya saya sampai ke karang meja yang dimaksut dean memang cantik, selain diameternya yang besar juga berlapis-lapis sehingga menambah keindahannya.
Under Water Pulau Hoga
Setelah melihat kepermukaan baru saya adar betapa jauhnya saya dari pantai, dan pelanpelah saya berenang menuju pantai dan tidak mengikuti jalur saya ketika pertama tadi. Saya harus berhati-hati karena diantara karang dan pasir banyak bulu babi yang berbahaya. Di bagian yang sedikit terumbu karangnya banyak bertebaran bintang laut yang berwana biru hingga kecoklatan. Begitu mendekata pantai serasa berada di padang rumput yang tinggi ketika saya berena diantara tumbuhan lanum yang banyak dibagian tapi pantai.
Setalah selesai snorkeling barulah saya kembali dan menuju penginapan, satu bangunan untuk saya sendiri serasa menyewa cottage, ada dua tempat tidur yang dilengkapi kelambu didalamnya karena katanya ketika musimnya banyak nyamuk di pulau ini. Karena air di kamar mandi saya tersisa sedikit jadi aya deberikan kunci untuk mandi bangunan yang satunya di belakang.
Agenda selanjutnya adalah santai, santai dan santai. Saya menuju tepi pantai untuk bersantai dan menanti matahari terbenam, teman saya delila juga terlebih dahulu standby d pantai. Namun rupanya langit tidak terlalu mendukung sore ini, lagi-lagi matahari tertutup oleh awan.
Kantor Wallacea Operation

Saudara-saudara baru
Malam harinya kita bersantai di dapur dengan para staf di sini, mendengarkan cerita Istri Pak Jufri, Ibu Maliani tentang bagaimana mereka orang local “Dipaksa” untuk belajar diving oleh para perintis tempat ini dan bagaimana mereka bisa berkerja sama dengan masyarakat local, masyarakatlah yang punya tempat bangunan-bangunan yang ada di sini yang kemudian sewanya menjadi sumber pemasukan bagi msayarakat, pada bulan-bulan Juli Juli-sampai agustus tempat ini akan penuh sesak oleh pelajar dai Inggris yang belajar atau mengadakan penelitian di sini, bangunan yang berjumlah lebih dari 100 ini semuanya terisi, bahkan di tepi pantai hampir semuanya ada manusia. Tidak seperti sekarang ini, pulau Hoga serasa milik kita pribadi.
Menu makan malam ini adalah ikan segede kipas dengan ditemani sembel yang membuat air mata saya meleleh.
Menjelang Sunset
Sekali makan disini memang cukup mahal yaitu Rp. 40.000, karena memang taka da pilihan lain dan taka da yang jual makanan ataupun warung di sini. Jadi disarankan bagi backpacker gembel seperti saya untuk membawa makanan dari luar untuk menghemat budget.  Setelah makan  kita menuju dermaga dan bersantai menikmati bintang dilangit, seandainya bersama si “dia” mungkin lebih romantis, hehe.
Karena tak menghadap timur jadi saya sengaja bangun agak siang, namun begitu bangun saya langsung ke dapur untuk membuat teh hangat dan langsung saya bawa ke tapi pantai sambil menikmati pagi terakhir di Pulau Hoga.  Karena jadwal kapal dari Keledupa menuju  Bau-bau berangkat pagi ini akhirnya saya harus meninggalkan pulau ini sebelum pukul delapan. 
Sebelum berangkat tiba-tiba saya dipanggil oleh pak Raya, dia masuk ke dalam ruangannya kemudian keluar membawa sebuah bungkusan plastik dan dia berkata “Ini kenang kenangan dari saya”. Ternyata isinya adalah kaos seperti Bir Bintang namun bertuliskan “Hoga”.
Akhirnya saya harus meninggalkan orang-orang baik dan keindahan Pulau Hoga, dengan kapal kecil saya menyebrang langsung menuju pelabuhan Pulau Keledupa. Masih belum puas rasanya dengan Pulau Hoga, saya bertekad suatu saat harus kesini lagi.
Santai di Pantai
Di pelabuhan Kaledupa kapal kecil kami langsung merapat di kapal tujuan Bau-Bau, di Kapal mencari lapak tempat istirahat yang banyak tersedia banyak di kapal yang kosong karena tidak begitu banyak yang berangkat menuju Bau-bau. Tak lupa saya menikmati bungkusan bekal nasi yang diberikan Ibu Maliani ketika akan berangkat tadi. Dan akhirnya hari ini harus mengucapkan selamat tinggal kepada Kepulauan Tukang Besi yang mempesona ini.
Note:
-          Tips dan Itenerary ke Wakatobi bisa dibaca di sini.
Rincian Biaya:
-          Bau-bau – Wanci (Kapal) = Rp. 110.000
-          Wanci – Tomia (kapal)= Rp. 80.000
-          Tomia = All Free
-          Tomia – Keledupa (Kapal) = 50.000
-          Ojek dari pelabuhan ke Lefuto = Rp. 20.000
-          Kaledupa – Hoga (Kapal) = Rp. 50.000
-          Homestay Hoga = Rp. 50.000
-          Makan di Hoga = Rp. 40.000
-          Hoga – Kaledupa (Kapal) = Rp. 50.000
-          Kaledupa – Bau-bau (Kapal) = Rp.100.000
                Jumlah = Rp. 550.000

SELENGKAPNYA DALAM FORMAT PDF BISA DI DOWNLOAD DI SINI [LINK]

0 komentar:

Posting Komentar

Support by: Informasi Gadget Terbaru - Dewa Chord Gitar | Lirik Lagu - Kebyar Info
Copyright © 2014 Tourism Alternative Design by SHUKAKU4RT - All Rights Reserved