Tourism Alternative

(Kindly Flores) Penantian indah di Labuan Bajo

https://tourismalternative.blogspot.com/2012/05/kindly-flores-penantian-indah-di-labuan.html

Cerita sebelumnya menuju Labuan Bajo bisa dibaca di sini.
Karena belum ngantuk akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan barang sebentar. Malam di Labuan Bajo tak seramai kota wisata lainnya seperti Bali ataupun Jogja, di jalan ... yang hanya satu arah tak tampak banyak kendaraan yang lewat, walaupun masih baru sekitar pukul 8 malam, sayapun hanya berjalan sebentar kemudian balik lagi dan duduk di atas trotoar disamping seorang bapak yang sedang asyik berbicara di telpon. Ternyata bapak ini juga baru datang dari arah timur, dia sedang menjemput tamu di Labuan Bajo yang akan berkeliling di Flores. Kalau tau mendingan ikut saya, lumayan ada teman buat ngobrol di jalan. Katanya...yah bapak, coba kita kenal lebih dulu lumayan kan gratis ke Labuan Bajo...hee
Pak Leo juga bercerita kalau sebenarnya Labuan Bajo masih belum siap sebagai kota wisata, dari segi infrastruktur jalannya masih banyak yang rusak dan yang paling susah adalah air. Rata-rata air dirumah penduduk masih berasa payau, begitu juga dengan air di penginapan, entah bagaimana dengan hotel-hotel mewah di sana karena belum pernah juga nginap di hotel yang harganya mahal tersebut. Pak Leo pun memilih menginap di penginapan karena cuma pengen mandi sampai puas, kadang kalau cuma tidur di mobil beliau bawa air galon buat mandi, mahal banget kan..
Pelabuhan Labuan Bajo
Tak terasa mata sudah mulai ngantuk, sebelum berpisah beliau menyarankan untuk mencari seseorang di Pusat Informasi kali aja bisa bantu untuk ke Pulau Komodo yang harganya tak murah itu. Untungnya saya selalu membawa losion anti nyamuk sehingga bisa tidur dengan bijak malam itu.
Pagi harinya setelah sarapan dengan membeli nasi bungkus yang di jual seorang ibu yang lewat saya berjalan-jalan ke pelabuhan Fery, dari sini saya bisa melihat banyaknya kapal-kapal yang sedang berlabuh di teluk, di ujung saya juga bisa memperhatikan kesibukan di dermaga pasar termpat para nelayan membawa hasil tangkapannya. Setelah itu saya melanjutkan perjalanan ke arah barat ternyata di bagian ujung jalan di depan pasar ada seperti gazebo yang bisa dipakai untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan laut biru dengan berbagai macam kapal yang ada.
Setelah itu sayapun menuju pasar ikan untuk melihat-lihat kehidupan masyarakan sana, dan saya bertemu dengan dua orang yang sedang asik foto-foto dan ternyata mereka sudah beberapa hari di Labuan Bajo dan belum ke Pulau komodo karena uangnya belum cukup, saya pun mengajak mereka bareng sambil mencari tambahan orang biar biaya sewa kapal lebih murah, namun sayangnya mereka besok sudah harus meninggalkan Labuan Bajo karena tiket sudah terbeli. Di pasar saya sambil mencari tau tentang public boat yang akan menuju Pulau Komodo, namun masih belum bisa mendapatkannya. Mungkin masih kurang pagi sehingga besok harinya saya berencana untuk kembali ke pasar ini lebih pagi.
Ikan kering di pasar
Setelah itu saya pun kembali menyusuri jalan namun dengan arah sebaliknya, di sebelah kiri jalan tampak hotel-hotel sedangkan di sebelah kanan banyak berjejer dive centre yang siap mengantarkan wisatawan yang ingin Diving, Snorkling, Trekking di Pulau Komodo sampai Overland trip di Flores. Saya pun mencari seseorang yang dimaksud pak Leo tadi namun sayangnya dia sore hari baru ada di tempat, di dive centre lain saya coba-coba tanya harga ternyata paling murah sekitar Rp. 500.000 itupun Cuma satu hari dan harus mencari teman untuk sharing cost kecuali mampu untuk menyewa kapal sendiri, sedangkan yang satu malam atau dua malam harganya lebih mahal lagi lebih dari satu juta. Kayaknya Pulau Komodo semakin jauh bagi backpacker kere seperti saya.
Sayapun melanjutkan perjalanan dan kayaknya dari jalan yang di atas pemandangan yang bisa dilihat lebih bagus, maka sayapun terus berjalan dan ketika melihat ada orang yang keluar dari jalan kecil saya berpikir bahwa itu pasti jalan tembus, sayapun mencobanya dan memang betul itu jalan ke atas namun melalui rumah-rumah penduduk sehingga saya harus sering bertanya supaya tidak tersesat.
Akhirnya saya sampai di jalan yang berdebu, dan ikut beristirahat sebentar depan sorang bapak yang berasal dari Jawa, ternyata untuk menuju tempat yang bisa memandang semuanya saya harus menuju tempat yang bernama puncak Waringin, dari sini saya bisa melihat pemandangan keseluruhan pelabuhan Labuan Bajo dengan latar belakan laut biru yang dihiasi oleh kapal besar dan kecil yang tengan berlabuh, seandanya ada kursi pasti saya menghabiskan waktu lebih banyak di sini, sayangnya saya hanya berdiri di pinggir jalan.
Kapal-kapal sedang berlabuh
Saya lebih memilih pulang dengan naik Angkot, tarifnya jauh dekat hanya Rp. 2.000. Dan saya putuskan untuk turun di gazebo yang menghadap kelaut dan foto-foto di sana, ada dua orang di salah satu gazebo dan ternyata salah satunya adalah seorang guide yang sedang menunggu untuk menjemput tamunya yang baru datang dari Pulau Komodo, ketika bertanya-tanya tentang cara ke sana dan mungkin melihat tampang saya kere akhirnya saya diajak untuk ikut dengan dia namun harus menunggu 3 hari lagi.
Alhamdulillah akhirnya saya bertemu satu lagi orang Flores yang baik hati menjadi dewa penolong saya. Tidak hanya itu, orang yang saya panggil kaka Pedi ini juga mengajak saya bersantai sambil menunggu tamunya pulang. Kita bersantai di salah satu cafe di sana, saya juga ikut main bilyar namun dikalahkan langsung dikalahkan 3 set, maklum lama tidak megang stik..:-)#(Alasan)
Main Bilyar Dulu
Setelah mengantar ke Bandara saya kita ke kantor Dinas kehutanan yang mengurus Taman Nasional Komodo, di sini saya mendengar bahwa tak lama sebelumnya ada seorang Ranger yang digigit oleh komodo, dan langsung di bawa ke Bali karena rumah sakit yang mampu untuk mengatasinya hanya ada di Bali, bikin ngeri mendegarya.
Sore harinya saya menikmati sunset di Gazebo tadi, rupanya tempat ini memang dibangun untuk menikmati sunset, banyak warung-warung yang bermunculan yang menjual gorengan dan makan seperti gorengan sehingga masyarakan bisa bersantai menikmati matahari terbenam sambil menyeruput teh panas dan pisang goreng.
Sunset di Labuan Bajo
Padahal saya sudah berencana untuk pindah dari penginapan tempat saya menginap, tapi karena kemaren tidak sempat jadi satu malam lagi saya harus tidak “Bahagia”, pagi harinya setelah membeli sarapan di pasar saya mencari penginapan lain, sesuai petunjuk dari Rizal bahwa di dekat Bank NTT ada juga penginapan murah yang lumayan, masuk di Jalan Cumi-Cumi ternyata ada sebuah hotel di pinggir lapangan bola yang bernama Hotel Pelangi, dilihat dari luar bangunannya memang bagus, terbuat dari beton dan ada ruang yang berAC, namun ternyata ada juga kamar ekonomi yang berharga Rp. 30.000, saya pun tak pikkir panjang segera mengambilnya, kamarnya lebih bersih dan ada dua kasur di dalam kamar, namun dindingnya yang dari papan agak jarang, sehingga kita bisa melihat orang di sebelah kamar.
Di sekitar Pelabuhan memang banyak penginapan murah dengan Tarif sekitar Rp. 25.000 sampai Rp. 50.000, ternyata ini adalah penginapan yang biasanya digunakan oleh para penduduk Flores yang sedang menunggu kapal, baik itu kapal Fery yang menyebrang ke Sape ataupun Kapal Pelni yang melayani pelayaran dari Sulawesi dan Jawa. Dan biasanya mereka menginap di sini sampai kapal yang di tunggu datang, jadi jangan heran kalau kapal belum datang jadi penginpan akan banyak yang penuh.
Belum sempat saya mengambil ransel di penginapan yang lama ada sebuah telepon yang masih, nomornya masih baru dan menanyakan mau ngapain saya hari ini, dan saya jawab belum tau  dan dia langsung mengajak saya jalan.
Pertandingan sepak Bola di depan Hotel
Tak lama menunggu ternyata dia adalah Abang Icang, temannya kaka Pedi yang kemaren bertemu di Kantor Kehutanan, sayapun diajak keliling-keliling kota Labuan Bajo, serta menuju Goa Batu Cermin, salah satu objek wisata yang bisa dikunjungi di Labuan Bajo. Eh ternyata yang jaga juga teman-temannya sehingga saya tidak dipungut karcis masuk. Dan menuju Goa Batu cermin dengan ditemani oleh seorang cewek yang menjadi guide saya, salah seorang bapak membisiki saya “Ntar beri aja uang Rp. 10.000 buat tip dia”,oke deh...
Untuk menuju Lokasi Goa kita harus berjalan sekitar 200 meter di jalan yang sudah dilapisi paving blok, dan tampaknya goa ini baru dibenahi oleh pemerintah walaupun tampak ada bangunan yang sudah rusak dan penuh coretan. Silvy pun bercerita dengan lancar tentang sejarah goa ini, katanya goa ini sempat dijadikan tempat persembunyian oleh penduduk setempat ketika jaman penjajahan.
 Seperti goa pada umumnya banyak stalagtit dan stalagmit yang menghiasi langit-langit dan dinding goa ini.Yang menjadi keunikan goa ini adalah kita bisa menemukan fosil-fosil hewan yang biasa di bawah laut seperti ikan dan kura-kura, hal ini menandakan bahwa goa ini dulunya pernah berada di bawah laut. Selain itu goa ini dinamakan Goa Batu Cermin bukan karena kita bisa bercermin dengan batunya, namun karena pada musin hujan air yang menggenangi lantai goa terpantul oleh cahaya matahari ke dinding goa dan tampak berkilauan seperti cermin, makanya disebut Goa Batu Cermin.
Goa Batu Cermin
Untuk masuk ke dalam goa kadang kita harus menunduk karena ada yang stalaktitnya sangat rendah, namun di bagian tengah goa ada sebuah ruangan yang cukup luas dan disinilah katanya orang-orang dulu berkumpul. Jalan masuk dan keluar goa ini berbeda sehingga kita akan melewati pemandangan yang berbeda.
Setelah selesai dan kembali ke pos penjagaan saya langsung diantar oleh sepupu Bang Icank untuk bertemu dengannya di Perempatan karena dia ada yang urus sebelumnya. Karena dia tidak bisa menemani akhirnya saya dipinjamkan motor untuk berkeliling, dan untungnya jalan di Labuan Bajo tidak begitu membingungkan dan hanya ada beberapa lampu merah. Sehingga cukup aman bagi saya berkendara sendiri tanpa peta.
Siangnya saya menuju Pantai Pede, bertanya menjadi panduan saya untuk menuju pantai ini. dan saya diberi petunjuk bahwa tinggal lurus menuju arah ke Hotel Jayakarta dan Pantai Pede tepat ada di samping kanan sebelum hotel ini.
Pantai Pede, sayang kotor
Sudah banyak fasilitas yang dibangun di Pantai ini seperti tempat untuk duduk-duduk, bahkan ada juga Perahu air berbentuk bebek namun terlihat dirantai dan kayaknya lama tidak digunakan. Hanay ada beberapa orang di pantai ini, serasa milik sendiri, namun pantainya yang berpasir putih hanya sedikit mungkin karena pasang atau memang begitu adanya yang pastinya cukup banyak sampah yang terlihat di tepi pantainya, mungkin terbawa dari laut.
Karena bosan hanya duduk-duduk sayapun melanjutkan ke perjalanan mengikuti jalan, ternyata di pinggir jalan banyak terlihat pub dan bar yang kecil-kecil, dan jalan yang beraspal mulus ini ternyata berakhir di Hotel Jayakarta, Salah satu Hotel berbintang yang ada di Labuan Bajo dan memiliki banyak jaringan di berbagai kota.
Matahari semakin turun, sayapun kembali ke Pantai Pede untuk menikmati sunset. Hanya ada dua orang cewek dari Polandia setengah bugil yang lagi berjemur, sisanya hanya tampak nelayan di ujung pantai yang membuat saya penasaran untuk mendekat.Ternyata orang tua ini bernama Pak Lewu, dia tinggal di sebuah pondok di ujung pantai yang berdindingkan kardus dan atapnya seng bekas, dia melaut masih memakai perahu tenaga angin, hanya anak-anaknya yang telah menggunakan perahu bermesin.
Sunset di Pantai Pede
Matahari semakin tenggelam dan berubah perlahan-lahan dari bundar hingga habis sama sekali,  yang tertinggal hanya cahayanya yang keemasan.  Itu berarti mengakhiri pertualangan saya hari ini di Labuan Bajo dan besok harinya adalah waktu yang saya tunggu-tunggu, yaitu waktunya untuk mengekplore Taman Nasional Komodo (bisa di baca di sini).

0 komentar:

Posting Komentar

Support by: Informasi Gadget Terbaru - Dewa Chord Gitar | Lirik Lagu - Kebyar Info
Copyright © 2014 Tourism Alternative Design by SHUKAKU4RT - All Rights Reserved