Tourism Alternative

Perjalanan Lintas Sumbawa, Terdampar di Bima

https://tourismalternative.blogspot.com/2012/03/perjalanan-lintas-sumbawa-terdampar-di.html

Ini adalah hari trakhir saya di tanah Flores, setelah lebih seminggu berpetualang di salah satu Pulau yang termasuk Provinsi Nusa Tenggara Timur ini, dan selanjutkan akan menuju Tanah Sumbawa lalu melanjutkan perjalan di Pulau Lombok. Sehari sebelumnya saya sudah membeli tiket bus “Langsung Indah” jurusan Mataram, setelah tawar menawar dengan penjualnya di pelabuhan Feri Labuan Bajo akhirnya kita sepakat Rp. 200.000 sampai Mataram, dan ini sudah termasuk tiket kapal penyebrangan dari Labuan Bajo ke Pelabuhan Sape hingga Bima.
Pagi-pagi ketika saya ke pelabuhan sudah ada kapal feri yang bersandar, ketika saya mau masuk ke kapal ternyata tidak bisa langsung naik pakai tiket bus tadi, tapi harus mengambil tiket Feri terlebih dahulu dengan petugas tiket di loket, dan tugas dari Bus lah yang mengurus hal ini. Sebelum masuk terlebih dahulu saya membeli nasi bungkus untuk di makan di atas kapal sambil menunggu waktu keberangkatan.
Sayapun mencari posisi di pinggir jendela supaya bisa melihat pemandangan pulau-pulau kecil yang cantik selama perjalanan nantinya, di belakang saya duduk sepasang bule dari Poland yang tampaknya cowoknya lebih manja dari ceweknya, sehingga apa-apa ceweknya yang mengurus.
Selain mereka juga ada dua orang cewek bule yang saya tidak tau dari mana, salah satunya menjadi pusat perhatian, kemanapun dia pergi kebanyakan mata memandang kepadanya, khususnya yang laki-laki. Hal itu karena karena pakaiannya yang sangat menantang ditambah dengan bodinya yang aduhai, lumayan lah ada pemandangan indah selama di perjalanan..hee
Setelah kurang lebih 7 jam akhirnya kita tiba di pelabuhan Sape, pelabuhan yang belakangan di bokir warga yang protes atas adanya tambang di wilayah mereka, untungnya kejadian ini bukan terjadi beberapa bulan lalu ketika saya lewat. Tiba di pelabuhan saya sengaja keluar belakangan supaya tidak berdesak-desakan dan menghindari serbuan calo dan buruh angkut menyerbu para penumpang, setelah itu barulah saya mencari Bus Langsung indah yang ternyata belum datang, dari pelabuhan Sape menuju Bima kita terlebih dahulu naik Bus yang lebih kecil kemudian barulah di Bima berganti dengan bus yang lebih besar.
Selain kami yang telah membeli tiket terusan ada juga beberapa penumpang yang naik bus kecil ini, mereka membayar Rp. 20.000 untuk menuju kota Bima. Perjalanan melewati jalan yang berkelok-kelok sambil melihat rumah-rumah penduduk Sape yang rata-rata berbentuk panggung, di bawahnnya bisa dijadikan tempat ternak atau tempat untuk duduk-duduk.
Ketika memasuki kota Bima saya sempat searching di Hp tentang tempat-tempat menarik di kota ini, namun selain museum istana tak ada tempat lain yang saya dapatkan. Dan akhirnya kita turun di terminal dan tiket kita diambil kembali oleh petugasnya, Bus baru berangkat menuju Mataram pada pukul 7 malam. Saya punya waktu sekitar 4 jam yang harus saya manfaatkan di kota ini dan ketika saya bertanya tentang museum katanya jam 4 sore sudah tutup, sedangkan jam di Hp sudah menunjukan pukul setengah 4, akhirnya saya memutuskan untuk berjalan di sekitar terminal, yang menarik ada sebuah Musholla di tengan jalan dan berkandang seperti taman, kota Bima lumayan ramai di sekitar terminal ini, ketika saya kembali melalui jalan lain saya melihat ada banyak bunga di ujung jalan sehingga sayapun penasaran dan ke sana.
Di pinggir jalan bersusun rapi bunga berbagai macam warna mengelilingi seperti sebuah danau namun airnya berwarna hitam, dan ditenganya ada sebuah tugu dengan gambar pancasila. Di seberang jalan terlihat banyak pemuda yang duduk di atas motor sambil sebagian ngebut-ngebutan dan ketika adda mobil polisi yang datang mereka pun berhamburan.
Selain itu tampak beberapa orang menggelar tikar dengan sebuah meja yang berisi minuman sachet seperti kopi dan minuman lainnya, sayapun mendekat dan ngobrol dengan seorang ibu yang sedang membuka dagangannya. Ternyata tempat ini bernama “Amahami” tempat nongkrongnya anak muda di Bima, buka dari sore hari hingga tengah malam, makin malam makin banyak orang yang bersantai di sini.
Kemudian saya menuju sebuah dermaga yang berbentuk seperti jembatan, namun sayangnya kurang terawatt sehingga rusak di beberapa bagian. Bima memang berada pinggir laut sehingga kita langsung berhadapan dengan angin laut yang meniup deras. Di atas jembatan ada beberapa cewek yang sedang duduk, bertanya kepada mereka tentang tempat ini dan akhirnya ngobrol-ngobrol dengan mereka. Di ujung dermaga ada seperti kapal wisata namun tak ada orangnya sama sekali.
Saya pulang dengan jalan yang satunya alias mengelilingi danau, ternyata di seberang ada pekuburan cina dan yang membuat saya heran banyak anak-anak muda yang nongkrong di sana, walaupun pagarnya tertutup tapi mereka tetap bisa masuk, bahkan duduk-duduk sanpai di atas nisannya sambil bercanda. Ternyata jauh juga memutar lewat sini, kalau ada angkot yang lewat saya akan setop saja karena kaki udah terasa gempor.
Tiba di terminal masih ada waktu sekitar satu jam, sayapun bersantai-santai di sana. Teman bule tadipun bingung karena tiketnya di ambil dan belum dikembalikan saya bilang kalau nanti ketika akan berangkan akan diserahkan lagi. Dan kita berpisah di sini karena kita berbeda Bus,mereka menuju Denpasar dan saya hanya sampai Mataram.

Perjalanan selama semalam ini membuat saya tidak bisa menikmati pemandangan di tanah Sumbawa, melihat gunung Tambora dan lain-lain, ketika sekitar pukul 2 dini hari bus berhenti di sebuah rumah makan, para penumpang dibagi kupon untuk makan. Namun yang membuat saya terkejut disini ketika buang air kecil kita harus bayar Rp. 2.000 rupiah, ini satu-satunya tempat makan yang memungut bayaran dari pengunjungnya yang pernah saya temui. Setelah makan saya terkejut karena baru sadar bahwa handphone saya tertinggal di dalam bus, ketika kembalike bus untungnya di amankan oleh ibu yang duduk di samping saya bersama anaknya.
Ada juga kejadian lucu lainnya ketika bus sedang berhenti untuk beristirahat dan ketika berangkat ada satu penumpang yang ketinggalan, sehingga kita harus mundur lagi padahal jaraknya sudah lumayan jauh, ternyata dia sedang telponan di belakan mobil namun terlindung oleh satu mobil di belakang kita sehingga tidak menyadari ketika bus berangkat.
Kita tiba di Fery penyebrangan menuju pulau Lombok ketika matahari terbit, sehingga pemandangan pagi yang menakjubkan kembali terhampar di depan mata. Di kejauhan juga terlihat Gunung Rinjani yang terkenal dengan Danau Segara Anaknya yang menjadi target gunung yang harus saya daki. And finally saya menginjakan kaki di Pulau Lombok.

0 komentar:

Posting Komentar

Support by: Informasi Gadget Terbaru - Dewa Chord Gitar | Lirik Lagu - Kebyar Info
Copyright © 2014 Tourism Alternative Design by SHUKAKU4RT - All Rights Reserved