Tiket bis berwarna kuning lusuh telah saya pegang. Di Terminal Pal 6 Banjarmasin inilah perjalanan panjang menuju Kepulauan Derawan di Kaltim dimulai. Sebuah kepulauan yang disinyalir sebagai tempat kedua terkaya di dunia dalam hal keberagaman biota laut setelah Raja Ampat. Daya tarik lain Derawan adalah Danau Kakaban, danau purba berumur jutaan tahun yang didalam nya terperangkap jutaan ekor ubur-ubur tak menyengat. Danau jenis ini hanya ada dua lokasi di seluruh dunia, yakni Derawan dan Republik Palau.
Bis yang saya tumpangi lumayan panas. Karena bis yang saya pilih adalah bis non AC. Perjalanan darat selama sekitar 15 jam menuju Balikpapan di dominasi pada malam hari. Maka saya dapat membayangkan betapa dinginnya perjalanan itu jika bis bongsor yang saya tumpangi menggunakan AC.
Secara perlahan bis berwarna coklat ini meninggalkan Banjarmasin. Langit di luar jendela bis terlihat sangat cerah. Riuh rendah suara kendaraan bermotor bercampur dengan suara obrolan penumpang lain di dalam bis adalah hal lumrah di dalam angkutan massal seperti ini. Tak ada yang bisa saya ajak bicara selama 1 jam pertama perjalanan ini, karena bangku di samping saya masih kosong. Novel Negeri 5 Menara yang selalu tertunda saya baca akhir nya menjadi pilihan terakhir untuk mengisi waktu. Saya segera terbawa ke dalam kisah novel yang isi nya sangat inspiratif. Yakni kisah perjalanan sekelompok anak pesantren yang juga bisa meraih mimpi.
Bis merapat ke tepi jalan persis di seberang Masjid Agung Al Karomah Martapura. Saya masih berada di Kalsel. Beberapa penumpang nampak tergesa-gesa menaiki bis. Salah satu nya adalah Aiman, seorang pria muda asal Martapura yang mau menuju Batu Kajang, salah satu kecamatan di sekitar perbatasan Kalsel dan Kaltim. Kami pun sesekali mengobrol.
Bis terus melaju hingga akhir nya menjemput penumpang kembali di terminal kecil di Tanjung. Pada sekitar pukul 12 malam, bis kembali merapat. Kali ini adalah sebuah rumah makan yang di kiri kanan nya adalah hutan lebat. Saya tak berminat makan, karena masih kenyang. Dan saya yakin, menu makanan di warung ini adalah masakan yang tidak begitu enak tapi harga nya selangit. Sama seperti nasib warung makan persinggahan bis lainnya di provinsi manapun di Indonesia.
Fajar menjelang ketika saya tiba di pelabuhan penyeberangan fery di Penajam, Kaltim. Ratusan kapal nelayan dan speedboat tampak berjejer di sekitar pelabuhan. Langit begitu cerah, sayang rasa nya jika saya hanya menghabiskan waktu di dalam kabin kapal. Muara Teluk Balikpapan ini terlihat sangat sibuk. Kapal kecil maupun besar lalu lalang di sekitar nya. Teluk Balikpapan yang disinyalir sebagai salah satu tempat di dunia yang kaya akan ekosistem saat ini menghadapi masalah yang cukup serius. Karena pemerintah setempat membangun Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Banyak ancaman serius yang menghadang Teluk Balikpapan dan Hutan Lindung Sungai Wain di sekitar nya, yakni ancaman terhadap bekantan dan pesut teluk yang merupakan hewan endemik Kalimantan. Inilah Indonesia, demi alasan pertumbuhan laju ekonomi maka apapun akan dilakukan.
Saya akhir nya tiba di Balikpapan. Saya memiliki beberapa jam waktu luang untuk mengelilingi sebagian sudut-sudut Balikpapan sebelum akhir nya terbang ke Tarakan. Saya beruntung karena Andy kenalan saya yang juga anggota Couchsurfing berbaik hati menjemput dan mengajak jalan-jalan di sekitar Kota Minyak Balikpapan. Sarapan perdana di Balikpapan adalah nasi pecel, sedangkan Andy memilih menu nasi kuning.
Kelar sarapan, saya langsung di giring ke sebuah pantai di sekitar Pertamina. Namanya Pantai Melawai, sebuah pantai kecil dan nyaris tak ada pasir nya. Dari sini saya bisa menyaksikan langit biru dan lalu lalang kapal besar. Andy kembali menggiring saya ke sudut lain Balikpapan, yakni Gunung Dubs. Sebuah dataran tinggi yang di atas nya saya bisa menyaksikan Balikpapan dari atas bukit. Saya bahkan diajak ke sebuah jembatan yang diyakini banyak warga Balikpapan sangat angker.
Keterbataan waktu memaksa saya harus segera menuju Bandara Internasional Sepinggan. Disana saya menemui kawan lain bernama Anno yang pernah jalan bareng ke Tana Toraja, Sulsel di tahun lalu. Aroma nasi goreng Solaria tercium samar-samar. Kami sempat mengobrol sejenak hingga kemudian saya harus memasuki ruang tunggu bandara. Di dalam ruang tunggu, saya menemui beberapa kenalan baru yang juga akan ke Pulau Derawan.
Kota Tarakan di utara Kalimantan akhir nya terlihat. Pesawat mendarat mulus di Bandara Internasional Juwata. Bandara kecil yang ternyata memiliki rute luar negeri. Bandara milik Pemko Tarakan ini ternyata masih membangun gedung baru yang lebih besar di samping gedung lama. Di sekitar ruang pengambilan bagasi, saya ternyata kembali bertemu dengan teman sesama trip ke Tana Toraja. Pertemuan dengan Marlina ini benar-benar tidak sengaja. Dia juga mau ke Pulau Derawan bersama puluhan traveler lain dari Jakarta.
Speedboat berukuran sedang telah menunggu saya dan rombongan di Pelabuhan Tengkayu Tarakan. Setelah semua penumpang lengkap, speedboat kami pun melaju meninggalkan Tarakan. Langit sangat cerah dan lautan agak sedikit bergelombang. Saya makin tidak sabar untuk segera tiba di Derawan.
Perjalanan sekitar 2,5 jam di lautan lepas akhir nya berujung di sebuah dermaga kayu di Derawan. Perairan di sekitar Derawan sangat jernih. Membuat saya ingin segera bercebur. Namun saya mengurungkannya, karena harus segera membereskan barang bawaan ke penginapan.
Hal pertama di Derawan adalah menikmati suasana matahari tenggelam di barat pulau. Namun awan tebal ternyata menutup sunset sore ini. Saya pun segera menuju dermaga kayu yang menjorok ke lautan. Pemandangan nya sangat indah, saya bisa menyaksikan laut lepas dengan leluasa. Di dermaga itu saya kembali bertemu dengan Eva, traveler asal Surabaya yang pernah saya kenal ketika Eva jalan-jalan di Pasar Terapung Lok Baintan Banjarmasin tahun lalu. Kami memang telah merencanakan trip Derawan pada waktu yang sama. Hingga akhir nya trip ini benar-benar terwujud.
Makan malam pertama di Derawan adalah dengan menyantap ikan kakap merah bakar di RM. Avril. Selain ikan nya yang enak, warung sederhana ini juga menyediakan sambal tomat yang sangat nikmat. Menikmati indah nya ribuan bintang di ujung jembatan kayu adalah hal menarik yang saya lakukan setelah makan malam. Benar-benar indah. Hingga akhir nya rasa kantuk memaksa saya untuk segera kembali ke penginapan.
Pagi menjelang. Saya tergesa-gesa menyaksikan matahari terbit di salah satu dermaga di sekitar Derawan Dive Resort. Puas menikmati sunrise, saya segera mengarahkan pandangan ke air laut di sekitar dermaga. Ternyata apa yang dikatakan banyak orang tentang mudah nya bertemu penyu hijau di Derawan terbukti juga. Saya dengan mudah menyaksikan 4 ekor penyu berukuran seperti tudung nasi yang berenang di air jernih khas Derawan. Penyu-penyu tersebut sedang mencari makan berupa dedaunan yang hanyut di air.
Malam kedua di Pulau Derawan adalah menikmati ikan baronang bakar di RM. Avril. Lagi-lagi sambal tomat nya sangat nikmat. Puas makan malam, saya langsung bergabung dengan teman-teman lainnya untuk menyaksikan penyu bertelur. Namun malam ini ternyata gagal, karena penyu yang nyaris sudah menemukan lubang telur merasa terusik oleh kedatangan kami. Penyu raksasa itupun pergi ke lautan. Saat penyu mencari lubang dan bahkan sedang menggali lubang, penyu sangat sensitif dengan suara berisik dan cahaya lampu termasuk senter. Namun jika penyu tersebut sedang mengeluarkan telur nya, maka memegang badan penyu pun bukan jadi soal. Sebagai pengobat rasa kecewa, saya pun mengganti nya dengan menyaksikan hamparan bintang di dermaga kayu. Meski agak diganggu oleh serombongan turis lokal yang berkaraoke ria dengan norak nya.
Pagi menjelang, saya mencoba mencicipi kuliner khas Derawan, yakni nasi atau ketan yang dimasak dengan batok bulu babi. Beras atau ketan mentah di masukan ke dalam batok bulu babi, lalu dimasak hingga matang.
Aktivitas memberi makan penyu dengan daun pisang adalah hal paling langka yang saya alami. Saya hanya bermodalkan daun pisang segar untuk mengundang kehadiran penyu. Daun pisang tersebut cukup dikaitkan dengan seutas tali, lalu mengikatnya di dermaga. Jika beruntung, beberapa ekor penyu sekaligus akan memakan daun pisang tersebut. Seperti yang saya alami bersama beberapa teman saat ini. Hanya berselang beberapa menit saja, penyu-penyu berhasil kami datangkan. Bahkan ada yang nekad bercebur untuk memegang badan penyu.
Siang harinya, snorkeling di Coral Garden Pulau Derawan adalah aktivitas utama di hari ketiga saya di Derawan. Saya agak meragukan, apakah keberagaman terumbu karang nya bisa sehebat nama nya. Ternyata penamaan tersebut tidaklah mengada-ada. Coral berbagai bentuk dan warna telihat sangat rapat di dalam lautan. Ikan warna-warni termasuk ikan badut di dalam film animasi Finding Nemo dengan mudah saya temui.
Spot selanjutnya adalah gusung pasir. Sebuah hamparan sangat bersih di tengah lautan. Gusung pasir ini terbentuk jika air laut sedang surut. Banyak gusung pasir di sekitar Derawan. Kami memilih gusung pasir yang ada di sebelah barat Derawan. Sangat indah.
Di malam terakhir di Derawan, saya dan kawan-kawan akhir nya menyaksikan juga penyu bertelur di sekitar lapangan voli pantai. Salah seorang petugas WWF dengan senang hati mengajak saya dan rombongan untuk menyaksikan penyu mengeluarkan telur nya. Hingga larut malam, kami tetap berada di sekitar penyu. Saya pikir kapan lagi saya bisa menemui pengalaman seperti ini. Saya tak peduli dengan rasa kantuk yang menyerang.
Hari terakhir, saya isi kembali dengan snorkeling di sekitar dermaga di Derawan. Cukup menceburkan diri dengan peralatan snorkel lengkap tanpa diantar dengan speedboat, saya bisa menyaksikan hamparan terumbu karang. Meski tidak sepadat Coral Garden dan Pulau Kakaban. Di ujung dermaga Derawan Dive Resort, saya dan kawan-kawan bahkan bisa memberi makan ribuan ekor ikan yang saya tidak tahu apa nama nya. Cukup melempar segenggam nasi putih, koloni ikan segera menyambar nasi tersebut.
Pengalaman indah menjelajah pulau-pulau di sekitar Derawan, semakin menggelitik pikiran saya terhadap salah satu dialog di serial Korea yang isi nya tentang Bali yang menurut serial tersebut adalah surga terakhir di dunia. Saya benar-benar tidak sependapat…!
Pulau Sangalaki adalah pulau lain yang tak kalah indah dibanding Pulau Derawan. Jarak tempuh nya hanya sekitar 40 menit dengan menyewa jasa speedboat dari Pulau Derawan. Saya tak sendiri ke Sangalaki. Ada puluhan teman seperjalanan yang juga menuju pulau berpasir putih itu. Lautan sangat tenang dan warna nya sangat biru sekali. Keindahan bahari terhampar luas di depan saya saat ini.
Sebuah dermaga kayu yang menjorok ke lautan menyambut kedatangan saya. Pulau Sangalaki akhir nya saya jumpai. Pulau kecil ini terlihat sangat tenang dan damai. Tak ada perkampungan disini. Dan tentu nya tak ada kesibukan turis di sekitar nya, tak seperti gili-gili di Lombok yang ramai oleh wisatawan.
Speedboat akhir nya menyandar di sekitar pantai. Saya langsung melompat. Tak sabar rasa nya menikmati tiap sudut Sangalaki. Pulau indah yang selama ini hanya saya kenal via internet dan majalah wisata saja. Saat ini akhir nya mimpi itu terwujud, saya benar-benar menapakkan kaki saya di pasir lembut nya.
Saya segera menuju sebuah bangunan kayu di tengah-tengah pulau. Saya harus menerobos pepohonan yang lumayan teduh. Ternyata di sana ada sebuah bangunan milik WWF, badan yang konsern terhadap pelestarian penyu hijau di sekitar Sangalaki. Di dalam bangunan berbentuk rumah panggung itu, saya bisa membaca semua informasi tentang Sangalaki serta potensi wisata nya melalui poster-poster yang di tempel di dinding kayu. Tak hanya itu, informasi mengenai kejahatan manusia terhadap penyu hijau juga saya temui disana.
Selang beberapa menit kemudian, oleh salah seorang petugas WWF, saya diajak untuk menuju sebuah kandang di tepi pantai. Ternyata di dalam nya adalah tempat penetasan telur penyu. Para petugas dengan gigih tiap malam nya mengambil telur penyu di dalam lubang-lubang di dalam pasir. Untuk kemudian diletakkan di dalam lubang buatan di dalam kandang kayu tersebut. Hal ini bertujuan untuk melindungi telur penyu dari kerusakan.
Setelah telur menetas, maka bayi penyu alias tukik pun dilepasliarkan ke lautan. Menurut informasi yang saya dengar, tukik penyu tersebut akan hidup sendirian di lautan. Tanpa ditemani oleh induk nya. Ancaman selain berasal dari manusia, tukik juga menjadi mangsa predator lain di dalam lautan. Diantara ratusan tukik yang dilahirkan oleh satu ekor penyu dewasa, hanya sekitar 1- 3 tukik penyu yang bisa bertahan hidup hingga dewasa. Bayangkan saja, betapa lambat nya perkembangan populasi penyu hijau.
Puas menyapa ratusan tukik penyu, saya kembali menikmati keindahan pantai di pesisir Pulau Sangalaki. Pasir nya luar biasa bersih nya. Laut yang terhampar di sekitar nya luar biasa jernih. Langit biru, jembatan membentang dan angin semilir membuat suasana menjadi tampak sempurna. Rasa nya waktu lambat berputar disini. Pulau kecil ini benar-benar indah.
Saya tak bosan untuk membidikkan lensa kamera ke setiap sudut Sangalaki. Kesempatan langka seperti ini sangat sayang jika tak di dokumentasikan. Saya berharap Sangalaki tetap seperti ini, indah dan sederhana tanpa ada bangunan hotel mewah dengan deretan minuman alkohol sebagai pelengkap nya. Seperti yang terjadi di pulau lain di Indonesia yang lebih turistik. Biar lah Sangalaki menjadi sebidang lahan surga yang jauh dari hingar bingar ulah manusia.
Saya mencoba berenang di laut jernih nya. Tak peduli langit terik, saya segera membasahi badan saya. Luar biasa nikmat nya. Sejenak saya bisa melupakan kehidupan ala perkotaan. Di sini saya bisa membaur dengan alam Indonesia di sudut Kalimantan yang tak jauh dari Berau. Surga bahari yang sudah terkenal hingga mancanegara.
Tak terasa sudah berjam-jam saya di pulau ini. Masih ada pulau menarik lain yang harus saya kunjungi hari ini. Saya pun menyudahi aktivitas di Sangalaki. Speedboat telah siap dengan joki nya. Enggan rasa nya meninggalkan pulau cantik ini. Namun keterbatasan waktu lah yang memaksa saya meninggalkan Sangalaki. Saya berharap suatu saat saya bisa kembali ke Sangalaki. Salah satu pulau dengan pantai yang indah yang pernah saya jumpai.
Banjarmasin, 4 Oktober 2011
Ditulis oleh Nasrudin Ansori
http://kalimantanku.blogspot.com/
Home
»
Backpacker Kalimantan
»
Derawan
»
Kakaban
»
Kalimantan Timur
»
Kalimantan Utara
»
Maratua
»
Penyu
»
Indah nya Kepulauan Derawan
Indah nya Kepulauan Derawan
https://tourismalternative.blogspot.com/2012/01/indah-nya-kepulauan-derawan.html
Indah nya Kepulauan Derawan, Pada: 16.38
0 komentar:
Posting Komentar