Salah satu keuntungan menginap di sekitar Jalan Malioboro ada akses yang mudah untuk mencapai tempat-tempat tujuan wisata di kota Djogjakarta, salah satunya dengan bus Trans Jogja. Walau berangkat agak kesiangan kita tetap nekad untuk menuju Wonosari, pertama-tama kita harus menuju terminal Giwangan dengan Bus Trans Jogja, hanya dengan Rp. 3.000 kita sudah bisa memikmati nyamannya bus ini. Sesampainya di terminal Giwangan kita segera mencari Bus dengan tujuan kota Wonosari, ada dua pilihan untuk ke sana yaitu dengan Bus besar yang nyaman namun lama baru berangkat atau dengan bis kecil yang kurang kenyamanannya tapi lebih cepat berangkat, dan kita memilih untuk menaiki bus yang kecil. Yang saya suka dari terminal Giwangan ini adalah tak adanya calo sehingga kita bisa lebih nyaman tanpa harus di paksa-paksa untuk menaiki bus tertentu, kalau belum tau tanya saja dengan petugas yang ada, demi amannya saya bertanya dengan petugas dari Trans Jogja dimanakah letak bus yang akan menuju Wonosari.
Ternyata busnya masih kosong sehingga kita harus menunggu, sekitar 15 menit menunggu akhirnya bus segera berangkat menyusuri jalan Ring Road Djogjakarta, ketika tiba di sebuah persimpangan bus berhenti cukup lama untuk menunggu penumpang, sementara matahari semakin naik ke atas kepala, tapi daripada mengeluh lebih baik saya nikmati saja perjalanan ini. Dan jalan-jalannya yang berkelok-kelok trun naik gunung membuat saya makin menikmatinya, apalagi di beberapa sisi kita melewati pinggir jurang namun sopirnya tetap ngebut, mungkin sudah ratusan kali baginya melewati jalan ini sehingga satu lobang di atas aspalpun dia hapal.
Ketika mulai memasuki Wonosari ternyata kota ini cukup sepi, sesampainya di terminal kita segera keluar untuk mencari bus yang menuju pantai Baron, dan di sini ternyata busnya lebih kecil lagi dari yang tadi. Setelah cukup lama menunggu busnya segera berangkat, orang-orang saling berbicara dengan bahasa yang saya tidak mengerti, sehingga sungkan rasanya untuk ikut ngobrol dengan mereka, bus nya berjalan dengan pelan, saya sempat berpikir kalau jalannya gini terus kapan sampainya ya...ternyata tak lama kita berhenti di depan sekolah dan tiba-tiba saja bus kecil ini menjadi penuh oleh anak-anak sekolah, bahkan ada yang sudah jalan kaki kembali ikut naik ke bus ini.
Saya perhatikan kok kayaknya semua pemumpang di sini kenal satu sama lain, tiaap ada yang naik dan turun mereka selalu ngobrol, lagi-lagi saya yang tidak mengerti bahasa jawa cuma bengong mendengarkannya. Mungkin inilah salah satu keramahan dan kekeluargaan masyarakat di sini. Bahkan ada penumpang yang saya liat tidak bayar sedangkan yang lain Cuma membayar Rp. 1000 atau Rp. 2000 saja. Dari info yang saya dapat di internet katanya tarif dari Wonosari ke pantai Baron Cuma Rp. 5000, namun ketika saya bayar Rp. 10.000 untuk berdua katanya itu cuma untuk satu orang, dan saya harus menambah Rp. 10.000 lagi, setelah di tawar-tawar mereka tetap tidak mau, katanya tarif untuk wisatawan memang segitu, padahal kami sudah dengan pakaian yang sederhana namun tetap saja dikenali sebagai wisatawan, walau sebenarnya memang wisatawan, namun wisatawan yang kere..hehe..namun deripada ribut mendingan saya mengalah, itung-itung bantuin si supir buat bayar setoran..hee
Karena tiba di pantai Baron sudah lewat jam 12 siang kita nanya kapan ada angkotan terkhir untuk kembali ke Wonosari, ternyata bus/angkot biasanya cuma sampai jam 2 atau jam 3, dan salah satu supir yang ada menelpon temannya akan menuju ke sini kapan akan kembali ke Wonosari, dan untungnya katanya dia akan balik sekitar pukul 3 sore dan bersedia untuk menunggu kami. Usut punya usut ternyata bus yang ada di terminal ini rata-rata adalah milik warga sini, jadi mereka kembali narik besok pagi, sedangkan yang akan kembali ke Wonosari hanyalah bus-bus yang dimiliki oleh orang-orang Wonosari juga.
Pantai Baron memang salah satu pantai yang sudah di perhatikan oleh pemerintah daerah, ini dapat dilihat dari lengkapnya fasilitas yang ada, seperti Musolla, WC tempat parkir serta warung makan bahkan kantor BASARNAS juga ada di sini. Warung makan di sini umumnya menyediakan menu sea food, saya pun tak lupa untuk mencobanya berhubung cacing dalam perut mulai teriak-teriak.
Selesai makan kita segera mengexplore pantai ini, banyak perahu nelayan yang sedang bersandar di pantai, selain itu, waktu kita datang air masih pasang sehingga pasirnya masih belum banyak. Dan juga menurut saya pantai ini biasa-biasa saja sehingga kami langsung melanjutkan perjalanan untuk menaiki tangga yang ada di sebelah kiri pantai untuk naik ke atas tebing, tebing yang terjal dan ombak yang besar memang menjadi ciri khas pesisir salatan Indonesia, seperti juga di Uluwatu dan Pulau Sempu.
Ternyata di atas tidak seperti bayangan saya sebelumnya, saya baca di artikel di internet bahwa bagian atas tebing masih bnyak semak-semak sehingga perjalanan akan semakin menantang, tapi ternyata sudah ada jalan berbatu bahkan banyak warung yang menjual makanan dan minuman.
Berjalan mengikuti jalan setapak yang berbatu tujuan saya adalah sebuah shelter di ujung tebing, di sini pemandangannya memang sangat indah, di kejauhan kita dapat melihat jejeran pantai seperti pantai kukup dan krakal, sebenarnya kita ingin mengexplore pantai melalui tebing-tebing ini untuk menuju pantai berikutnya tapi kerna keterbatasan waktu yang kita miliki akhirnya kita memutuskan untuk menikmati pemandangan dari atas tebing saja.
Sesampainya di ujung tebing, ternyata di shelter sedang ada pasangan yang sedang bermesraan, sehingga kita agak segan untuk mendekat dan mengganggu mereka..hehe. sehingga kita memitiskan untuk terus berjalan menuju bagian bawah dan ternyata dari sini pemandangannya lebih terbuka sehingga dapar melihat pemandangan yang beragam.
Di kejauhan ada sebuah bangunan yang mengepulkan sedikit asap, tampaknya ada aktifitas di sana, mungkin sebuah rumah atau vila, tapi yang pastinya pasti akan sangat mengasyikan untuk tinggal di sana, bangun tidur di bangunkan oleh deburan ombak laut selatan yang berdeburan. Ada juga di antara batu-batu karang orang yang sedang mencari ikan, tak tampak akan apa yang digunakannya, karena dari sini dia hanya terlihat seperti seekor semu, kecil.
Setelah puas bersantai dan menikmati pemandangan kita segera kembali ke pantai baron, saya ada melihat sebuat menara yang tampaknya sangat mengasyikan untuk dinaiki karena pasti akan mendapatkan pemandangan yang bagus, namun sayangnya karena keterbatasan waktu yang dimiliki serta takut ketinggalan bus saya hanya melaluinya, mudah-mudahan lain kali bisa balik ke sini lagi untuk menaikinya.
Ketika akan turun di tangga yang kita naiki tadi seorang bapak berteriak-teriak, walau saya gak mengerti bahasa jawa dan yang dikatakan juga kurang jelas tapi tampaknya dia menyuruh untuk turun di tangga yang satunya. Ternyata di ujung tangga yang satunya ini ada sebuah kotak bertuliskan “Naik bayar 1000”, walaupun gak ada yang jaga saya tetap memasukan uang ke dalam kotak ini, saya pikir mereka sudah bersusah payah membuat tangga yang saya naiki sepatutnyalah saya berterima kasih kepada mereka.
Sesampainya di pantai Baron ternyata lebih banyak kesibukan dari pada kita naik tadi, ada seorang laki-laki yang sedang memasang umpan dari belut untuk melaut nanti malam, walau banyak tato di badannya ternyata bapak ini baik ketika saya ajak untuk ngobrol.
Alhamdulillah kekhawatiran saya di terminal tidak terbukti, ternyata busnya masih setia menunggu , bahkan yang ditunggu memang kami. Ketika kami datang bus nya langsung berangkat, kembali menyusuri jalan sempit yang berkelok-kelok. Sama seperti ketika berangkat tadi, bermacam-macam barang yang masuk ke sini, dari ranting-ranting yang dikumpulkan oleh seorang nenek tu sampai karung yang saya tidak tau apa isinya.
Sesampainya di Wonosari masih ada bus yang menuju kota Djogjakarta, namun kami kembali menjadi penumpang yang pertama sehingga kami harus menunggu penumpang penuh baru bisa berangkat. Tampaknya supir dan kenek bus ini sangat “kompak”, mereka bergantian menyetir busnya, bahkan yang lebih parah ketika akan menyelip ada sebuah mobik pick up yang tidak mau mengalah sang kenek mengajar berantem, untungnya yang ditantang tidak merespon, kalau tidak saya tidak tau apa yang akan terjadi. Namun tampaknya mereka masih kesal, sambil berdiri di pintu sang kenek sampai menyiapkan sebuah pemukul dari besi untuk menghantap kaca mobil tadi, dan untungnya mobil tadi memperlambat jalannya sehingga tidak sampai menyusul kami.
Di terminal Giwangat kami segera menuju halte Trans Jogja untuk kembali ke Jalan Malioboro letak hotel kami menginap. Dan segera beristirahat untuk pertualangan selanjutnya di kota Djogjakarta.
Note:
- Trans Djogja: Malioboro – Terminal Giwangan = Rp. 3.000
- Bus Terminal Giwangan – Wonosari = Rp. 7.000
- Bus Wonosari – Baron = Rp. 10.000
- Makan = 12.000
- Tangga = 1.000
- Bus Baron – Wonosari = Rp. 10.000
- Bus Wonosari – Terminal Giwangan = Rp. 7.000
- Trans Djogja: Terminal Giwangan – Malioboro = Rp. 3.000
0 komentar:
Posting Komentar