Untuk menuju desa Teluk Tamiang kita bisa menggunakan perjalanan darat dari Banjarmasin menuju Puau Laut, karena desa Teluk Tamiang terletak di ujung Pulau Laut dan termasuk dalam Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru.
Trip ke Tamiang ini hanya saya berdua dengan Adit yang berangkat, tapi kemudian ada teman yang menyusul dari Batulicin. Kami berdua berangkat mengunakan motor dari Banjarmasin karena ingin mengirit dana, bahkan saking nekatnya kita cuma bawa bekat sekitar Rp. 150.000..ujung-ujungnya gak cukup juga..hee
Berangkat pagi dari Rumah sekitar pukul 8.00 pagi saya jemput adit di rumahnya kita langsung ngacir dan mampir untuk sarapan di Pelaihari, niatnya cari warung murahan ternyata dapat yang lumayan mahal, gak lagi deh di situ..he..he..
Walaupun kita bawa motornya gantian tapi tetap saja pantat terasa penan karena berjam-jam duduk di atas motor sehingga kita harus beristirahat beberapa kali. Akhirnya sekitar pukul 13.30 kita tiba di Batulicin dan mampir di tempat teman di Batulicin, walau belum pernah ketemu sebelumnya tapi kenal di grup traveler Ceker Petualang. Hingga akhirnya kita meracuni dia untuk ikut begabung dengan kita,walau menyusul sehari kemudian.
Selanjutnya kita segera menuju pelabuhan penyeberangan untuk naik feri menuju Kabupaten Kotabaru, namun karena sedikit terlambat kita harus menunggu feri yang selanjutnya karena mobil di depan kita yang terakhir yang masuk ke feri penyebrangan. Sekitar setengah jam menunggu akhirnya kita masuk ke kapal, tapi tidak langsung berangkat juga harus menunggu beeberapa saat, saya mengisi waktu dengan rebahan di atas kursi untuk melemaskan otot-otot yang kaku setelah beberapa jam di atas motor.
Tiba di Tanjung Serdang kita kembali melanjutkan perjalanan, kita tiba di persimpangan dan kita mengambil ke kiri ke arah Kotabaru, dan kalau ke kiri menuju Lonttar, tujuan kita besok hari. Perut yang lapar membuat kita terpaksa menghentikan motor di sebuah warung di pinggir jalan, makan siang yang nikmat dengan ayam masak habang dan harganya cukup murah.
Sebelum melanjutkan perjalanan saya sedikit ragu-ragu karena melihat beberapa pengendara yang datang dari arah Kotabaru terlihat menggunakan jas hujan, dan ini pertanda di suatu tempat sedang hujan lebat, dan benar ketika saya tanyakan kepada ibu Haji pemilik warung katanya beberapa saat sebelumnya di sini memang hujan.
Dan perjalanan di Kotabaru akan saya ceritakan di chapter yang berbeda karena ada beberapa tempat wisata juga yang kita kunjungi. Dan chapter ini hanya membahas perjalanan di desa Teluk Tamiang.
Besok harinya pukul 10 pagi kita segera berangkat menuju Teluk Tamiang, jarak yang kita tempuh sekitar 120 Km, namun karena jalan yang rusaklah yang membuat perjalanan menjadi lama, dari Kotabaru jalan masih lumayan mulus, namun ketika melewati simpang tiga di Tanjung Serdang jalan mulai banyak yang berlubang, bahkan setelah beberapa saat tidak ada aspal lagi hanya ada bebatuan di di jalan, dan di sini tragedi mulai menimpa yaitu bocornya ban motor saya, namun di sini kita tidak berjalan jauh karena tambal ban segera kita temui, ternyata bekas tambalan yang terdahulu lepas lagi, sudah dua kali ini terjadi sehingga saya putuskan untuk membeli ban dalam baru untuk mencegah kejadian serupa. Melanjutkan perjalanan setelah melewati desa Semaras jalan mulai bagus dan di pinggir jalan saya melihat pantai yang lumayan bagus dan rindang, lalu kita beristirahat sebentar di tempat ini untuk mengisi perut dengan Roti yang kita beli di Kotabaru.
Ternyata jalan aspal yang mulus hanya sebentar, kita memasuki babak kedua bahkan lebih parah karena sebagian jalan berupa kubangan lumpur seperti jalur offriad sehingga kita harus jeli memilih jalan agar tidak terperosok dan terjebak di lumpur. Di sini tragedi bocor ban part II kembali terjadi, setelah berjalan lumayan jauh ada tambal ban dan sialnya orangnya sedang melaut sehingga kita kembali berjalan, lumayan olahraga siang..haha..ternyata di tempat tambal ban yang kedua kembali orangnya tidak ada, akhirnya kita istirahat dulu di warung sambil ngobrol-ngobrol sama ibu-ibu yang lagi ngumpul di situ, ternyata tambal ban yang selanjutnya harus ke desa sebelah dan jaraknya lumayan jauh dan untungnya istri tambal ban yang ada di situ menawarkan untuk memakai alat yang ada namun harus menambal sendiri.
Saya pikir ini tantangan, walau belum pernah punya pengalaman menambalban sebelumnya saya putuskan untuk mencoba walau hanya bermodalkan mengingat melihat ketika ban saya sering di tambal dulunya. Untuk antisifasi kedua ban dalam saya tambal, namun masalah timbul ketika memasankan ban dalam kembali ke dalam ban yang ada, ternyata disini membutuhkan trik-trik khusus dan saya mulai kesulitan, sempat hampir menyerah setelah 3 kali bongkar pasang akhirnya saya berhasil..yes..saya berpikir ini pengalaman yang sangat berharga bagi saya.
Setelah mengucapkan terima kasih dan membayar seikhlasnya kita segera melanjutkan perjalanan, tak lama akhirnya kita di Desa Lontar, Desa terbesar dan pusat keramaian di sini. Dari sini menuju desa Teluk Tamiang sekitar 10 kilometer lagi, ketika persimpangan kita beluk kanan mengikuti petunjuk ke arah dermaga IBT dan sekitar 5 Kilometer di sebelah kiri ada simpangan menuju desa Teluk Tamiang dengan gapura kecil serta Spanduk tentang penyelamatan alam bawah laut.
Jalan kita tempuh masih tetap sama, rusak parah. Menuju posko terumbu karang ternyata di sini banyak anak-anak SMK yang lagi magang, karena Bapak H. Sulaiman yang kita cari tidak ada di sini kita kembali ke rumah kepala desa untuk melapor dan bertanya rumah Bapak Haji Sulaiman, dan lagi-lagi hanya istri beliau yang ada namun istri beliau mengizinkan kita untuk menginap di Posko terumbu karang dan akan menyampaikan ketika pak Haji kembali ke rumah.
Sesampainya di Posko kita segera berkenalan dengan anak-anak SMK yang lagi magang di kantor Dinas Perikanan di samping posko, hari mulai gelap dan kita segera mandi di sumur di seberang posko setelah ditujukan tempatnya oleh mereka.
Malamnya setelah makan makan yang mereka sebut Bakso, namun bagi saya lebih mirip soto karena disajikan dengan Lontong nasi, namun yang lebih mengejutkan adalah harga satu porsinya Cuma Rp. 3.000. Setelah makan kita segera merebahkan diri dan tertidur pulas akibat terlalu lelah setelah seharian di perjalanan.
Pagi hari pertama di Desa Teluk Tamiang kita berjalan berkeliling desa melihat-lihat usaha pembudidayaan Rumput Laut yang banyak dilakukan Penduduk di sini serta meninjau lokasi untuk Snorkeling siang nanti, karena masih menunggu teman yang akan menyusul, ternayata air laut sedang pasang sehingga debit meninggi membuat sedikit berombak dan kurang asik untuk bersnorkeling. Selain itu kita menuju kantor Dinas Perikanan untuk melihat ikan kerapu, tapi ternyata ikan kerapunya sedang tidak ada dan kita ngobrol-ngobrol dengan pegawai di sana yang ternyata juga alumni IAIN Antasari Banjarmasin, beliau juga mengantarkan kita ke pantai yang ada di belakang kantor, tapi beliau tidak lama karena ada yang harus dikerjalan lagi, di sini kita hanya santai di atas badu di bawah pohon yang rindang, setelah itu melihan penduduk yang lagi memanen rumput laut sambil ngobrol-ngobrol sehingga saya menjadi sedikit tau tentang pembudidayaan rumput laut.
Karena waktu untuk Sholat Jum’at telah dekat kita segera kembali ke Posko dan bersiap-siap untuk Jum’atan, setelah selesai kita mampir di rumah Bapak Haji Sulaiman, kita ngobrol-ngobrol tentang banyak hal, tentang bagaimana perjuangan beliau yang terus memperjuangkan terumbu karang dan rumput laut sehingga beliau dua kali di undang untuk menerima penghargaan dari Presiden RI hingga kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkembangan di sana, padahal potensi Teluk Tamiang sebagai tujuan wisata bahari sagngatlah besar. Karena janji untuk menjemput teman kita yang baru datang kita segera mohon diri dan tak lupa untuk meminjam Life jacket atau pelampung untuk snorkeling nanti.
Ternyata teman saya Aris datang dengan seorang teman, mas Ricky. Pukul tiga kita segera bersiap-siap untuk bersnorkeling ria, walau Pak haji tidak jadi menemani kita tetap berangkat karena ada teman saya sudah punya penyalaman di spot ini, tak lupa juga untuk meminjam kacamata selam kepada Mas To di pembudiyaan kerang mutiara, karena hanya ada dua kacamata, itupun masih kurang dan snorkel Cuma ada satu sehingga kita harus bergantian.
Setengah harian menikmati bawah laut Teluk Tamiang tidaklah terasa, banyaknya ragam terumbu karang di sana serta ikan warna warni, seperti ikan badut yang lebih dikenal dengan ikan nemo serta ikan cantik lainnya. Karena kekurangan alat snokel jualah kita kurang maksimal untuk menikmati bawah laut di sini, tak ada penyewaan alat di sni, bahkan alam selam bantuan dari pemerintah pusat pun ditarik ke Kotabaru. Sehingga kalau mau menikmati bawah laut di sni harus membawa alat sendiri, atau harus meminjam ke Kotabaru dulu.
Tak terasa matahari hampir terbenam, kita segera kembali sebelum hari kian gelap disamping tak ada sunset sore ini karena matahari tertutup awan, setelah mandi-mandi kita kembali mencari makan dengan menu seperti tadi malam, setengah harian di bawah air membuat perut lapar. Kita kembali tidur untuk menyiapkan fisik untuk hoping island besok harinya.
(BERSAMBUNG)
0 komentar:
Posting Komentar