Sebagai persiapan saya hunting tiket untuk perjalanan ke surabaya, namun setelah liat-liat di web maskapai penerbangan dan juga nanya-nanya ke travel agen ternyata tiket pesawat lumayan mahal akhirnya saya putuskan untuk naik kapal laut, maklum backpackeran dengan dana terbatas..:-)
Namun ternyata jadwal kapal laut tidak menentu, sehari sebelum keberangkatan saya tanyakan ternyata besoknya masih belum pasti juga dan untungnya yang jual tiket janji besoknya kalau kapalnya jadi berangkat akan menelpon saya, dan besoknya jam sepuluh pagi saya ditelpon bahwa hari itu ada kapal yang berangkat malam. Jam 7 malam saya segera berangkat menuju pelabuhan Trisakti dengan diantarkan oleh teman saya, tak lupa pula mampir untuk ngambil tiket dengan harga Rp. 160.000 untuk kelas ekonomi. Ternyata kapal baru berangkat jam 10 malam, tak ada yang bisa dinikmati di tengah laut pada malam hari jadi saya memilih untuk tidur. Dan besoknya setelah magrib kapal akhirnya merapat juga di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dengan disambut kerlap kerlip lampu-lampu di sekitar pelabuhan.
Menginap di surabaya di kost teman yang dulu tempat menginap waktu mau ke Bali selama satu malam besok nya langsung berangkat menuju kota Malang. Ditengah perjalanan saya mampir di kebun teh Wonosari yang dijadikan objek wisata dengan suasan na sejuk khas pegunungan, sesampainya di malang saya segera mencari asrama mahasiswa Balangan tempat saya akan menginap.Pagi harinya ternyata jam 7 teman yang dari Surabaya ternyata sudah tiba di Malang, setelah serapan kita langsung berangkat mengikuti peta manual hasil nanya sama teman, walaupun agak bingung sesampainya di alun-alun namun seperti kata pepatah “Malu bertanya sesat di jalan” jadi cara yang paling bagus adalah bertanya, dan tempat bertanya yang palis pas adalah tukang becak/ojek yang sudah menguasai daerah sekitar.
Melewati Jalan Raya Gadang ke arah Turen tinggal mengikuti petunjuk jalan yang ada disetiap persimpangan, untungnya pemerintah telah menyediakan petunjuk yang cukup jelas untuk menuju pantai Sendang Biru, Memasuki Kecamatan Dampit pemandangan di kiri-kanan jalan dapat dinikmati, dari jauh Gunung Semeru masih terlihat mngeluarkan asap tebalnya.
Karena terlalu asiknya menikmati pemandangan sehingga saya tidak melihat papan penunjuk jalan ke arah Sendang biru, sehingga terlewat di pertigaan yang seharusnya belok kanan,untungnya teman yang dibelakan melihat jadi gak kelewatan jauh.
Dari sini trek perjalanan mulai berubah dari yang sebelumnya datar saja menjadi naik turun bukit dengan banyak tikungan, bahkan ada yang jalannya beberapa kilometer menanjak trus sehingga terasa tekanan udara di telinga seperti ketika naik pesawat.
Akhirnya setelah 2 jam lebih perjalanan kita memasuki Desa Sendang Biru dan langsung menuju pantai, karena di loket masuk saya cari-cari tidak ada penjaga kita langsung saja menuju pantai, ketika beristirahat sebentar ternyata yang jaga loket menghampiri kita untuk menagih tiket masuk seharga Rp. 6.000 per orang. Istirahat sebentar sambil menikmati view pantai Sendang Biru sambil ngobrol-ngobrol dengan penjaga parkir saya gunakan untuk tanya-tanya tentang daerah sekitar situ.
Untuk menyebrang ke Pulau Sempu kita harus mengurus surat izin dengan Polisi kehutanan yang bertugas di sana, setelah bertemu dengan orangnya saya di beri tahu bahwa Pulau Sempu adalah kawasan Cagar alam dan bukan tempat wisata jadi tidak sembarangan untuk memasuki tempat tersebut, dan harus membawa SIMAKSI yang di urus di Surabaya, namun berbekal info di berbagai blog dan milis bahwa sifat sotoy berguna di sini langsung saja saya praktekan, walaupun ujung-ujungnya setelah mengisi surat pernyataan ada uang administrasi seihklasnya, dan karena di dompet Cuma ada 2 lembar dan paling kecil Cuma ada Rp. 5.000 ya Cuma itu yang saya kasih untungnya bapaknya baik hati. HeheheUntuk menuju Pulau Sempu sudah siap kapal-kapal yang akan menyebrangkan kita. Jangan khawatir dengan calo karena di sini sudah ada sistem antrian dan tarif yang sama yaitu Rp. 100.000 untuk pulang pergi jadi kita tinggal bayar dan berangkat, perjalanan menuju teluk semut memakan waktu sekitar 20 menit, di perjalanan kita dapat menikmati pemandangan sekitar Sendang biru dengan air lautnya yang biru serta kesibukan para nelayan yang sedang membongkarmuat hasil laut di pelabuhan.
Tumbuhan khas pantai yaitu pohon bakau menyambut kedatangan kita di teluk semut, sebelum turun dari kapal kita tak lupa untuk minta nomor handphone bapak yang punya kapal,jadi kalau mau pulang tinggal telpon. Dan kebetulan kita tiba waktu air pasang sehingga kapal bisa langsung merapat ke pantainya.
Baru beberapa meter melangkah memasuki pulau kami sudah dihadang oleh kubangan lumpur, memang tak salah seperti yang saya lihat di blog-blog bahwa trek yang dihadapi menjadi sensasi tersendiri di pulau Sempu ini, bahkan ada yang bilang kalau tidak ingin tersesat tinggal ikuti saja jalan yang becek seperti kubangan kerbau, tidak hanya becek tapi juga jalannya yang licin membuat teman-teman saya beberapa kali jatuh terpeleset.
Jalan yang menurun dan menanjak juga membuat jalan kami lambat, sandal gunung teman sayapun jadi kurban keganasan trek ini dan membuat dia jadi sering terpeleset. Di jalan kita bertemu tiga rombongan yang pulang, sambil basa-basi dan pertanyaan yang selalu keluar adalah “masih jauh mas?”, namun jawabannya sama juga...”paling sekitar satu jam perjalanan mas”,ha..ha..satu jamnya juga dikira-kira. Oh ya, satu lagi yang bisa diikuti kalau tidak ingin tersesat yaitu jalan yang banyak sampahnya, kurangnya kesadaran para pengunjung membuat disepanjang jalan berhamburan sampah plastik, dari bungkus snack, sendal, dan yang paling banyak botol mineral.
Akhirnya setelah melewati rombongan monyet yang sedang bercanda mulai terlihat air laguna segara anakan, namun untuk menuju pantainya kita harus jalan memutar di sepanjang tebing, jalannya yang licin membuat kita harus hati-hati kalau tidak ingin terpeleset. Suara deburan yang masuk dari karang bolong membuat kami makin semangat untuk melangkah mengalahkan rasa capek setelah kurang lebih 3 jam berjalan.
Hamparan pasir putih yang dikelilingi oleh karang membuat Segara Anakan mirip sebuah danau, namun airnya yang asin membuat kata danau dipatahkan. Masuknya air dari laut melalui sebuah lobang di dinding karang memrupakan ciri khas tempat indah ini, dan kami beruntung karena kami satu-satunya rombongan di tempat ini sehingga pulau sempu serasa menjadi pulau pribadi.
Sambil istirahat saya segera memasak mie instan untuk mengganjal perut yang mulai terasa lapar, walau yang dimakan Cuma mie instan, namun rasanya sungguh nikmat, disamping perut yang memang lapar suasana yang damai dan tenang membuat makan menjadi lahap.
Serasa cukup istirahat kita segera mendirikan tenda karena disekeliling monyet mengincar barang-barang kita, jadi hati-hatilah menaroh barang diluar tenda kalau tidak ingin dicuri oleh monyet nakal yang banyak berkeliaran, apalagi makanan seperti kacang. Tanda-tanda larangan membaut saya berpikir bahwa ini tempat yang sering di kunjungi, dan benar di belakang kita dengan sedikit memanjat karang kita bisa menikmati pemandangan di samudra yang luas, dengan dinding karang yang bagus serta deburan ombak yang kadang-kadang sampai ke atas membuat tempat ini merupakan tempat yang pas untuk bersantai, tak lupa juga jeprat-jepret bernarsis ria. Namun sunset tidak dapat kita nikmati karena tertutup oleh tebing dan awan.
Bulan yang terang membuat sekitar Segara Anakan menjadi terang sehingga tidak begitu perlu penerangan, namun kami tetap membuat api unggun untuk mengusir binatang kecil penghisap darah tapi bukan nyamuk yang di daerah saya disebut dengan “Rangit”. Makan malam yang sederhana dengan mei rebus lagi menjadi pengganjal perut lagi. Malam semakin larut, saya membuat kopi untuk menemani menikmati bintang-bintang di pulau sempu, namun tiba-tiba langit menjadi gelap tertutup oleh mendung, dan tak lama gerimis datang sehingga teman saya yang sempat tertidur di luar saya bangunkan untuk segera masuk ke tenda.
Beruntung pagi harinya matahari bersinar terang dengan cerahnya, langit yang biru membuat saya bersemangat untuk mengabadikan keindahan pulau sempu dalam lensa saya, kalau kemaren sorenya kita main disekitar karang yang tinggi sekarang kita bemain-main di laguna Segara anakan dengan pasir putihnya.
Air laguna yang bening membuat saya tergoda untuk segera menceburkan diri dan berenang di sekitar laguna, di pinggir dekat dinding karang saya dapat berbagai jenis ikan yang berenang dengan tenang, seandainya bawa alat snorkeling pasti lebih seru menikmati alam bawah air lagina segara anakan ini. Puas berenang pantai dengan pasir putihnya dijadikan arena bermain selanjutnya + narsis-narsisan..:-)
Karena penasaran dengan tulisan larangan di tebing di samping tenda, tebing yang tinggi pun tak menyurutkan niat saya untuk menaikinya walau harus dengan merangkak, dan ternyata perjuangan saya tidak sia-sia pemandangan yang dilihat jauh lebih indah, sungguh indah ciptaan ALLAH di hadapan saya, lautnya yang biru berpadu dengan pulau karang yang berdiri dengan gagahnya menentang terpaan ombak yang tak ada habisnya, keseluruhan Laguna Segara Anakan pun terlihat begito eksotis dari sini...benar-benar Paradiso..
Pukul 10 kita segera berkemas untuk pulang, namun hati saya terasa berat untuk meninggalkan secuil surga yang terjatuh kebumi. Tak lupa kita bersihkan sekitar kita mendirikan tenda sehingga tidak ada satu sampahpun yang tertinggal, kita masukan ke dalam kresek dan kita bawa kembali ke Sendang Biru.
Ya...jangan pernah meninggalkan sampah sekecil apapun, apa lagi sampah plastik karena butuh ribuan tahun bagi tanah untuk menguraikannya, tempat yang indah dan bersih akan selalu membuat kita nyaman....Jadilah seorang yang benar-benar pencinta alam bukan seorang penikmat alam yang tak punya kesadaran untuk menjaga kelestarian alam.
Note :
- Minyak Motor PP Surabaya - Malang : Rp. 25.000
- Masuk Sendang Biru : Rp. 6.000
- Ijin : Rp. 5.000
- Parkir Motor : Rp. 10.000
- Kapal Penyebrangan : Rp. 100.000
0 komentar:
Posting Komentar