Sehari sebelum keberangkatan hanya tiket dari Bus dari Puruk Cahu ke Banjarmasin yang ada di tangan, selebihnya belum dibeli karena ada masalah dengan KeyBCA saya dan mau beli di agen perjalananpun terlalu mahal. Begitu sampai di Banjarmasin setelah menempuh perjalanan 15 jam dari Kalimantan tengah sayapun langsung berburu tiket termurah menuju Makassar, walaupun dapatnya agak mahal juga, sedangkan tiket menuju Bau-bau masih sangat mahal sehingga saya putuskan untuk membelinya di Makassar.
Pukul satu siang saya menuju Bandara dengan diantarkan oleh sahabat saya Willy, namun ternyata di tengah jalan hujan deras menghadang sedangkan kita tidak membawa Jas Hujan, nekad menerobos hujan artinya basah kuyup.Akhirnya kita berhenti di tepi jalan dan saya coba untuk menghentikan Angkot jurusan Hulu Sungai namun mereka tidak ikut karena terlalu dekat ke bandara sedangkan mereka ingin memuat panumpang jauh yang membayar lebih mahal.
Di depan kami saya melihat seorang bapak yang sedang menutup barang-barang di bak terbukanya dengan terpal,insting backpacker jalan, sayapun mendekat dan bertanya, ternyata kami searah dan untungnya bapak ini mengijinkan saya untuk ikut bersamanya bahkan dengan senang hati mengantarkan saya sampai depan bandara.
Tiba di pintu masuk bandara jam saya sudah menujukan pukul 13.30, sedangkan di tiket pesawat dijadwalkan berangkat pukul 13.40. Sayapun lari-lari menuju counter check in yang sudah ada tulisan “Close” di atas mejanya.Dan untungnya saya tetap dilayani sebagai penumpang terakhir yang ditunggu.(mungkin karena kegantengan saya..Hweek)
Ketika mengantri di pintu masuk waiting room terdengar di pengeras suara bahwa pesawat Merpati dari Makassar baru mendarat, itu artinya saya masih punya waktu luang untuk sekedar bernafas lega. Namun ketika melewati pos penjagaan ransel saya yang telah melewati pemeriksaan X-ray diambil oleh petugasnya dan saya disuruh untuk mengeluarkan pisau serba guna yang ada di dalam ransel.Setelah dikeluarkan akhirnya bapaknya mengijinkan untuk membawanya namun harus dimasukan ke dalam bagasi dan di segel. Karena malas turun akhirnya saya tinggalkan saja pisau serbaguna itu, anggap saja sebagai kenang-kenangan kepada petugas tadi..:-)
Mendarat di salah satu Bandara termodern di Indonesia untuk pertama kalinya saya disambut oleh kerumunan ojek dan supir taksi, namun dengan tampang sok tau dan cuek saya menolak mereka semua walaupun baru pertama ke Makassar dan berjalan dengan insting menuju Bus Damri tujuan pusat kota sesuai petujuk teman saya Awi yang akan menjemput saya di Maksassar.
Turun di pemberhentian Bus Damri yang terakhir di depan RRI ternyata Awi sudah menuggu dan kita langsung meluncur ke Mabes Makassar Backpacker. Di sana ternyata banyak anggota MB yang sedang ngumpul, walau habis kenalan saya langsung lupa namanya…he, maklum saya punya sejenis sindrom susah untuk mengingat nama ketika langsung kenalan dengan banyak orang, kecuali namanya agak beda daripada yang lain. Dan untungnya empunya rumah Bang RIdho mengijinkan saya untuk beristirahat di sana.
Selanjutnya kita langsung mencari tiket untuk ke Bau-bau, namun ternyata untuk besok harinya sudah dari Lion, Merpati sampai Express Airsudah luder karena kebetulan berbarengan dengan long weekand. Untuk besuk lusa masih ada beberapa seat namun mahalnya bukan main, saya coba mencari alternative lain yaitu dengan kapal laut ternyata jadwalnya masih 2 hari baru berangkat, kalau di dihitung-hitung kalau naik kapal Cuma ada dua hari di Wakatobi, plan B di skip..
Sambil manikmati Coto Makassar saya kembali merumuskan plan C, dan akhirnya Kepulauan Selayar menjadi tujuan saya, kali aja rezeki bisa langsung ke taman Laut TAKABONERATE yang susah di jangkau karena tidak adanya transfortasi umum ke sana. Langsung browsing-browsing di HP untuk cari-cari info apa yang bisa dilakukan di sana, untungnya ketika kembali ke Mabes ketemu dengan Yusuf dari Solo yang baru datang dari Wakatobi dan punya banyak info tentang Selayar, bahkan memberikan kontak Bang Acca di Selayar.
Untuk menuju Selayar dari Makassar bisa dengan Bus langsung ke Pulau Selayar (Benteng), berangkat pukul 8 pagi dari terminal. Namun ketika minum-minum di depan rumah cerita-cerita denganyusuf dan dia melihat harga tiket di internet yang ternyata cukup murah, apalagi pulangnya malahan lebih murah. Hasilnya sayapun kembali memikirkan plan A yang pertama dan hanya punya waktu sekitar 10 menit untuk berfikir sebelum pukul 8, pilih ke terminal dan langsung naik Bus ke Benteng atau beli tiket ke Bau-bau.
Deal, itu kata-kata yang terucap sambil menjabat tangan Yusuf dan saya menuntunya untuk bertanggung jawab dengan membelikan tiket lewat internet, hee..baru uangnya saya ganti dengan transfer ke rekeningnya.Namun saya masih harus menginap semalam lagi di Makassar Karen penerbangan saya di besok harinya. Lumayan ada waktu untuk beristihat sambil menikmati kota Makassar.
Kota yang sempat membuat saya bingung antara Ujung Pandang dengan Makassar yang ternyata adalah kota yang sama, sempat berganti penyebutanya berubah menjadi Ujung Pandang namun kembali ke nama asalnya yaitu Makassar. Yang pastinya setelah saya liat di peta di dinding rumahnya Bang Ridho nama Ujung Pandang dan Makassar adalah nama dua kecamatan yang ada di Kota Makassar. Stigma negative yang selalu saya lihat di televisi yang selalu rusuh dan tawuran tidak saya temui, yang saya temui di sana hanyalah wajah-wajah ramah dan baik kedatangan saya di Kota ini.
Sebagai salah satu kota Besar yang ada di bagian timur Indonesia yang tak terhindarkan adalah kemacetan walaupun tak separah kota Jakarta, dari Bandara menuju pusat kota ditempuh hampir dua jam karena kedatangan di sore hari bertepatan dengan jam pulang kerja. Kemajuan kota ini bisa dilihat dari gedung-gedungnya yang menjulang tinggi, salah satunya gedung yang menurut saya keren adalah Wisma Kalla, mirip Marina Sands Bay di Singapura. Namun yang membuat saya heran pilkada masih tahun depan namun atribut kampanye sudah bertebaran di mana-mana.
Katanya belum afdol ke Kota Makassar kalau belum ke Pantai Losari, pantai yang tidak ada pantainya itu tidak pernah sepi.Dengan ciri khas tulisan Pantai Losari yang sering dijadikan lokasi foto ini paling tepat dikunjungi di sore hari sambil menikmati matahari terbenam. Saya bersama Yusuf menghabiskan waktu di Pantai Losari sambil menikmati Pisang Epe, pisang yang dibuat gepeng kemudian dibakar dan dicampur dengan berbagai macam rasa seperti, susu, keju, coklat dan original tanpa apa-apa.
Perjalanan menuju Bandara lebih cepat dari pertama kali datang karena langsung lewat jalan tol, tidak melewati titik kemacetan seperti sebelumnya.Pesawat yang saya naiki menuju kota Bau-bau di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara adalah pesawat jenis PK-MZP MA 60 dengan kapasitas 54 penumpang, ini pengalaman pertama kalinya saya menaiki pesawat baling baling sehingga saya agak excited tentang penerbangan kali ini dan sengaja memesan kursi di samping jendela, namun saya kurang beruntung karena terhalang oleh baling-baling yang berputar dengan kencang, agak ngeri juga nelihatnya kalau sambil mengingat Film Final Destination.
Begitu meninggalkan Bandara Sultan Hasanuddin pemandangan perbukitan yang cantik terhampar di bawah, saya kira itulah perbukitan Karst di Maros katanya lebar dan ukurannya terbesar nomor dua di Dunia.Pemandangan selanjutnya hanyalah gunung-gunung yang tak lama kemudian berganti dengan birunya laut dan pulau-pulau kecil.
Ketika landing adalah saat-saat yang paling mendebarkan apalagi ketika melihat roda yang di bawah sayap untuk pertama kalinya menyentuh tanah, goncangan dan getarannya sangat terasa, saya tidak dapat bayangkan bagaimana kalau suspensi rodanya keras atau tidak berfungsi.
Kota Bau-Bau yang berada di Pulau Buton berada di tepi laut, dengan contour kota yang berbukit-bukit, bahkan saya lihat tanahnya banyak yang berkarang dan kemungkinan dulunya tempat ini berada di bawah laut, di Bau-bau saya dijemput oleh teman yang diperkenalkan oleh Fatih dari Makassar, namanya Minus, anggota Mapala Tehnik Universitas Dayanu Ikhsanuddin dan sayapun dibawa ke secretariat Mapala mereka.
Di Bau-bau saya tidak menginap karena Kapal menuju Wakatobi berangkat malam hari, sebelum berangkat sore harinya kita bersantai di Pantai Nirwana, salah satu pantai yang menjadi objek wisata di kota Bau-bau yang sebenarnya tidak memiliki wilayah laut. Menjelang malam kita langsung menuju pelabuhan dan ternyata malam itu tidak ada Kapal yang langsung ke Tomia sehingga saya harus neik Kapal yang menuju Wanci kemudian di wanci barulah naik kapal lagi menuju Tomia. Karena waktu keberangkatan masih Pukul 9 jadi kita sempatkan untuk mencari makan dan bersantai sejenak di alun-alun kota yang ada patung kepala naga sedangkan ekornya berada di atas bukit di depan kantor Walikota.
Di dalam kapal kita mendapat nomor kasur kecil untuk kita merebahkan diri, kalau lambat bisa saja kehabisan kasur dan harus ngesot di lantai selama terombang ambing di lautan.Pukul 9 lebih sedikit Kapal akhirnya melepaskan tambatan dari dermaga, dan perjalanan panjang selama satu malam menuju Wakatobipun dimulai.Dan saya memilih untuk memejamkan mata dan beristirahat karena memang tidak ada yang bisa dilihat di malam hari di atas kapal di laut. (Bersambung di Part 2)
SELENGKAPNYA DALAM FORMAT PDF BISA DI DOWNLOAD DI SINI [LINK]
0 komentar:
Posting Komentar