Seekor Komodo |
Akhirnya merekapun datang dengan mobil dan sayapun bergegas untuk menuju perahu, sambil membantu menurunkan tas-tas mereka, ternyata tamunya ada 4 orang dari Francis, ada Raymond Boutin, Nordis, Francois dan Alain, mereka sepasang suami istri dan seorang guru. Siapa bilang guru tidak bisa jalan-jalan, buktinya mereka bisa sampai ke Indonesia. Walaupun gaji guru di sana dan di Indonesia mungkin berbeda jauh, tapi dari tahun ke tahun Gaji Oemar Bakri di Indonesia kan terus meningkat.
Tujuan pertama kita adalah Pulau Bidadari, waktu tempuh biasanya sekitar 30 menit, namun karena sekarang arus agak deras sehingga menjadi lebih lama. Pemandangan gugusan pulau dan kapal-kapal di teluk menjadi pemandangan yang menemani perjalanan kita ini.
Akhirnya kita merapat di pantai Pulau Bidadari yang berpasir putih, mereka langsung bersnorkling ria sedangkan saya sendiri keliling-keliling untuk mengabadikan keindahannya ke dalam camera saya. Di bawah rindang pohon tampang seseorang yang sedang duduk-duduk, ternyata dia adalah sorang penjaga pulau ini, sayapun heran kenapa pulau ini harus dijaga. Ternyata dibalik rimbunnya pohon dan bebatuan ada sebuah resort mewah yang bernama sama dengan nama pulaunya “Angel Island Resort” yang lebih mengejutkan adalah untuk menginap pun harus membayar dengan Euro, no Rupiah please…wajar saya karena yang punya adalah bule yang terlanjur cinta dengan pulau ini.
Kapal Kami di Pulau Bidadari |
Setelah itu barulah saya menceburkan diri, karena tidak menyewa alat snorkeling sayapun meminjam dari Bang Pedi. Sayapun speechless melihan kendahan bawah lautnya, hanya sekitar kedalaman 3 meter saya sudah bisa melihat terumbu karang yang warna-warni, sunggu berbeda jauh dari pengalaman saya sebelumnya yang hanya snorkeling di Teluk Tamiang. Tampak salah seorang Awak Kapal menyelam untuk mengambil sesuatu, ternyata itu adalah kerang yang isinya sangat lezat walau dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu, hanya dagingnya yang berwarna putih yang gurih dan enak dimakan, apalagi ditambah dengan parutan air jeruk.
Setelah puas bersnorkling ria di Angel Island kita melanjutkan perjalanan untuk menuju Pulau Rinca, salah satu pulau yang dihuni oleh Komodo yang kini menjadi salah satu keajaiban dunia versi New Seven Wonder berkat dukungan dari seluruh rakyat Indonesia. Pulau RInca berada di sebelah barat Pulau Flores, yang dipisahkan oleh Selat Mola, di pulau ini hidup bebagai macam jenis binatang seperti Komodo, Babi liar, kerbau dan berbagai macam burung.
Pintu Masuk ke Pulau Rinca |
Kapal kita merapat di dermaga Loh Buaya, hal itu dapat terlihat dari tulisan di gapura dan beberapa larangan atau hal yang tidak boleh kita lakukan di pulau ini. Ketika mulai menginjakan kaki di tanah kita disambut oleh beberapa monyet yang asyik bermain di atas pohon mangrove, terus menyusuri jalan setapak akhirnya kita sampai pada komplek pengelola Taman Nasional Komodo, selagi Bang Pedi mengurus administrasi kita beristirahat di gazebo serta bersiap-siap untuk trekking.
Tak susah untuk bertemu Komodo di Pulau ini, tampak beberapa komodo di dekat dapur sedang bermalas-malasan total ada tigal Komodo di tempat ini, dan salah satunya adalah Komodo yang sudah tua dan kedua tangannya patah bekas berkelahi dengan Komodo yang lainnya. Sebelum memulai trekking si Ranger (Pemandu) kita menjelaskan rute yang akan kita lalui serta apa saja yang tak boleh kita lakukan, salah satunya adalah dengan tidak memakai benda yang berjuntai-juntai karena itu akan menarik perhatian si Komo. Wisatawan juga diberi pilihan untuk memilih Janis track yang akan dilalui, Short Trek, Medium Trek atau Long Trek. Dan tampaknya kami memilih Medium Trek karena tamu-tamunya Bang Pedi memang sudah agak berumur.
Trekking di Pulau Rinca |
Di tengah jalan tiba-tiba jalan dialihkan, ternyata ada komodo yang sedang bertelur di dalam lubang. Berkamuflase merupakan salah satu keahlian huwan purba ini, bahkan untuk sarang pun dia membuat tiga lubang, dan hanya satu yang berisi Komodo betina yang sedang bertelur, itupun sarangnya hasil dari “merebut” sarang burung….., burung yang selalu setia pada satu pasangan, apabila pasangannya mati, maka dia akan jomblo seumur hidupnya.
Selain Komodo, di Pulau Rinca ini juga banyak dijumpai Kerbau Air yang mempunyai tanduk panjang, dan merekalah yang nantinya menjadi santapan Komodo itu, maka jangan heran kalau banyak bertemu dengan tulang-tulang hasil keganasan Komodo,. Trekking di Pulau Rinca cenderung lebih teduh karena banyak pepohonan yang melindungi.
Di ujung perjalanan kami kembali bertemu dua ekor komodo yang sedang bermalas-malasan, salah satunya sedang bersembunyi di akar pohon menunggu untuk memangsa Kerbau yang sedang asyik berendam. Sayangnya kami tidak melanjutkan perjalanan, ternyata belakangan baru saya tau bahwa di long trek kita akan melihat pemandangan yang sangat indah dari atas bukit.
Ketika pulang kita terlebih dahulu beristirahat di pondok peristirahatan, di sini juga dijual souvenirs seperti patung komodo dan lain-lain. Kita meninggalkan pulau Rinca ketika matahari telah condong ke barat. Malam ini kapal kita akan bersandar di dermaga Desa Rinca agar terlindung dari angin, namun sebelumnya kita mampir di Pulau Kalong Rinca untuk melihat ribuan BATMAN yang akan meninggalkan saranya ketika matahari mulai terbenam.
Ribuan Kalong meninggalkan sarang |
Dan benar saja, ketika matahri mulai tenggelam langit tiba-tiba saja berubah menjadi gelap kerena tertutup oleh ribuan kalong yang terbang untuk mencari makan di malam hari, sungguh pemandangan yang amazing, semakin larut semakin sedikit jumlahnya dan mereka akan kembali dini hari ketika kita masih tidur.
Setelah itu kita menuju dermaga Desa Rinca untuk bersandar dan namun tetap tidur di atas kapal. Makan di atas kapal ini menunya memang tidak membosankan, hal itu karena cheapnya yang memang pandai memasak, oh ya saya lupa mengenalkan awak kapal kami, kapten kapal bernama Sofian dibantu oleh Yos yang ahli masalah mesin serta Juna dan Gus yang begitu telaten di dapur walaupun seorang laki-laki.
Malamnya kita bersantai di Desa Rinca sambil ngopi dan saya hanya menjadi pendengar setia cndaan mereka, ketika sudah mulai ngantuk kitapun kembali ke kapal dan mencari lokasi untuk merebahkan badan. Sayapun memilih di bagian depan kapal bersama matras saya yang setia dan Sleeping Bag cukup menghangatkan tubuh saya. Dini hari saya terbangun karena titik air hujan di wajah saya dan sayapun bergeser ke bagian yang beratap dan melanjutkan tidur kembali. Sebenarnya ada sebuah kamar dengan kasur empuk namun itu hanya bagi tamu saja, sedangkan saya bisa ikut aja sudah sangat bersyukur. Masalah tidur, udah biasa..
My Favorite Place |
Hari kedua tujuan kami adalah Pulau Komodo, pagi-pagi kita langsung berangkat karena menuju Pulau Komodo agak jauh daripada Pulau Rinca. Rupanya beberapa kapal sudah bersandar di pelabuhan Loh Liang dan itu artinya ada beberapa wisatawan yang sudah terlebih dahulu tiba di sana. Di Pulau Komodo kita tidakperlu mengurus administrasi lagi karena sudah mengurus di Pulau Rinca, Cuma menunjukan bukti perijinan saja. Di dinding tampak sejarah Komodo menurut legenda masyarakat setempat.
Menurut Haji Amir, seorang Kampung Komodo, konon kampung itu dahulunya bernama Kampung Najo. Karena ditemukan oleh saudagar dari utara bernama Najo. Suatu ketika, kisahnya, Epa --anak perempuan Najo-- hendak melahirkan. Sesuai tradisi kampung, tidak diperbolehkan bersalin secara alamiah. Harus dibedah. Mengunakan pisau dari kulit bambu. Ini cara menghindari resiko kematian.
Saat hari lahir itu tiba, seorang dukun beranak membedah perut Epa. Keluar lah dua sosok mahluk hidup. Satunya bayi laki-laki, satunya lagi bayi kadal. Meski terkejut, takdir itu diterima. Epa dan suaminya Wake memberi nama Gerong untuk manusia, yang kadal dinamai Orah. Kian besar, Orah mulai ganas. Semua hewan peliharaan disambar. Penduduk marah. Lalu mengusirnya ke hutan. Meski begitu, sesekali ia datang diam-diam.
Hubungan Komodo dengan penduduk asli, kata Haji Amir, sangat dekat. Orang luar susah merasakannya. “Halaman kampung kami kerap didatangi hewan itu. Namun belum pernah ada kasus gigitan komodo terhadap warga,” kata Haji Amir.
Menghormati komodo yang diangap satu leluhur itu, warga keturunan Najo sesekali menggelar ritual adat. Ritual itu namanya Aru Gele. Pada upacara adat itu warga menumbuk buah pohon untuk jadi makanan. Penduduk Komodo kini berjumlah 1.500 orang. Mereka berasal dari berbagai suku. Bugis, Bima, dan Manggarai. Umumnya mereka bekerja sebagai nelayan.
Saat hari lahir itu tiba, seorang dukun beranak membedah perut Epa. Keluar lah dua sosok mahluk hidup. Satunya bayi laki-laki, satunya lagi bayi kadal. Meski terkejut, takdir itu diterima. Epa dan suaminya Wake memberi nama Gerong untuk manusia, yang kadal dinamai Orah. Kian besar, Orah mulai ganas. Semua hewan peliharaan disambar. Penduduk marah. Lalu mengusirnya ke hutan. Meski begitu, sesekali ia datang diam-diam.
Hubungan Komodo dengan penduduk asli, kata Haji Amir, sangat dekat. Orang luar susah merasakannya. “Halaman kampung kami kerap didatangi hewan itu. Namun belum pernah ada kasus gigitan komodo terhadap warga,” kata Haji Amir.
Menghormati komodo yang diangap satu leluhur itu, warga keturunan Najo sesekali menggelar ritual adat. Ritual itu namanya Aru Gele. Pada upacara adat itu warga menumbuk buah pohon untuk jadi makanan. Penduduk Komodo kini berjumlah 1.500 orang. Mereka berasal dari berbagai suku. Bugis, Bima, dan Manggarai. Umumnya mereka bekerja sebagai nelayan.
Seperti biasa sebelum trekking kita dijelaskan terlebih dahulu tentang peraturan di Taman Nasional ini, ketika kita mau berangkat tiba-tiba saja di tengah jalan menghadang seekor Komodo Dewasa, sehingga kita harus menunggu hingga dia pergi. Kalau Sebelumnya di Pulau Rinca ada banyak Kerbau sedangkan di Pulau Komodo kita bisa bertemu dengan rusa. Ketika memasuki wilayah mata air yang menjadi pusat berkumpulnya para binatang kita diharuskan untuk tidak membuat keributan supaya tidak mengganggu mereke, dan benar di sini memang banyak binatang seperti sekumpulan Rusa dan babi, tak lupa pula predator utama mereka yaitu Komodo yang sedang bermalas malasan.
Selanjutnya kita mendaki sebuah bukit yang katanya ketika pagi hari cocok untuk bird waching, dan dari sini kita melihat lautan luas dan pemandangan perbukitan yang tampak berwaarna coklat, mungkin tanamannya sedang mengering karena sedang musin kemarau.
Trek di sini sudah diatur sedemikian rupa, sehingga ketika pulang kita akan melalui pusat Sovenir milik masyarakat setempat, namun sebelumnya kita bertemu dengan seekor komodo yang sedang asyik santai di sebuah Restoran yang sedang tutup, ya iyalah tutup mana berani buka kalau pelanggannya seekor Komodo, dan salah seorang Ranger Komodo ini baru saja makan seekor babi, pantas saja samar-samar kita mencium bau yang tidak sedap.
Pusat Sovenir dibuat di pinggir jalan pulang dan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga terhindar dari panas dan hujan, dan bagi anda yang ingin membeli oleh-oleh sebaiknya membeli di sini karena walaupun agak mahal namun bisa membantu komunitas local, karena mayoritas yang berjualan di sini adalah penduduk Desa Komodo.
Ketika akan kembali ke kapal kita melihat lagi seekor Komodo yang berjalan di atas pasir dan sedang menuju kita, rupanya dia tertarik mencium bau Babi tadi, penciumannya yang tajam membuat komodo banyak yang dating untuk berkumpul di tempat ini, begitu dekat sayapun bisa melihat liarnya yang menetes di mulutnya, dan itu bisa membunuh kerbau yang berkali-kali lebih besar dari tubuhnya. Kalau tidak salah total ada 12 Komodo yang saya temui di kedua Pulau yang sudah saya kunjungi ini.
Pink Beach |
Ketika kita datang air laut masih pasang sehingga kita langsung bersandar di dermaga, namun ketika pulangnya kita harus menggunakan speed boat ke kapal kita yang bersandar agak jauh dari dermaga. Dan tujuan kita selanjutnya adalah Pink Beach, salah satu tujuan utama saya di Taman Nasional Komodo Ini.
Dari Loh Liang rupanya tidak jauh untuk menuju Pantai Merah, hanya memutari sebuah tanjung dan tiba lah kita disebuah teluk yang yang berpasir agak kemerahan, itulah Pink Beach atau Pantai Merah yang legendaris itu dan hanya ada beberapa tempat di dunia. Dan sayapun tak sabar untuk menikmati keindahan bawah lautnya, namun ternyata ketika kita datang arusnya sedang deras sehingga saya harus berenang lebih kuat dan pantai ini juga terkenal dengan air lautnya yang dingin, sehingga hanya beberapa saat saya sudah menggigil.
Setelah agak berkurang arusnya sayapun kembali menceburkan diri, karena kapal tidak boleh bersandar di pantai karena akan merusak karang maka kapal-kapal pengunjung harus bertambat pada pelampung-pelampung yang sudah disediakan. Sehingga saya tidak bisa membawa camera untuk turun ke pantai cantik ini. Pemandangan bawah lautnya membuat saya serasa berada di dunia lain, ini lokasi Snorkling terindah yang pernah saya kunjungi, kayaknya hampir semua jenis terumbu karang ada di sini, begitu juga dengan ikan-ikannya yang berwarna warni.
Semabil snorkeling saya mengarah ke pantai, dan ternyata butiran pasirnya memang banyak yang berwarna merah bercampur dengan putih sehingga dari kejauhan pantai ini terlihat berwarna merah. Di tepi pantai banyak saya temukan karang-karang berwarna merah yang masih berbentuk dan inilah yang menjadi butiran pasir berwarna merah.
Snorkling di Pantai Merah |
Tampak ada sebuah Gazebo yang dibangun untuk wisatawan beristirahat dan tampaknya ini masih baru, selain itu ada juga beberapa peraturan tentang Snorkling di sini, poin terakhir yang paling saya ingat yaitu “Takes only Pictures and Leaves only Boobles”. Walau begitu masih banyak sampah plastic yang saya temukan di atas pasir ini. Di ujung pantai ada sebuah bukit dank arena penasaran sayapun mendakinya walau dengan langkah yang cepat karena telapak kaki kepanasan menginjak pasir dan bebatuan.
Tidak sia-sia susah-susah naik ke atas ini karena pemandangan yang bisa dilihat sangat luar biasa, ingin saya duduk berlama-lama di sini namun panasnya yang menyengat membuat saya mengurungkan diri, dan satu-satunya yang saya sesali adalah tidak bisa membawa camera untuk mengabadikan keindahannya.
Ketika kembali ke perahu saya harus memutas hingga ke ujung pantai satunya yang berbatu karena dengan mengikuti arus akan memudahkan saya berenang mencapai perahu. Ketika tiba kembali di perahu saya terkejut karena ternyata salah sorang tamu hamping pingsan ketika ingin kembali ke perahu oleh arus yang deras, dan ditolong oleh awak kapal.
Kita melewatkan waktu dengan bersantai di atas perahu, lokasi pavorit saya di atas kapal ini adalah di sebuah yang terbuat dari kain khas Flores yang digantung di atas kapal. Hingga pukul tiga sore kita masih di Pink Beach hingga saya bertemu dengan rombongan pemenang ACI dari yang terkena tugas di NTT, dan saya adalah salah satu orang yang harus tersingkir dari jalan-jalan gratis berhadiah tersebut.
Puas dengan Pink Beach kita menuju Desa Komodo, di sini kita berkeliling ke sekolah satu atap dan klinik kesehatan. Dan malam harinya kita menuju Pulau Kalong Komodo, sama seperti Pulau kalong Rinca di sini juga banyak kelelawar yang tinggal, namun karena terlambat kitapun tidak bisa menikmati pemandangan yang menakjubkan itu. Di sini kita kapal kita membuang sauh bersama kapal-kapal wisatawan lainnya, tempat ini menjadi seperti tempat parkir caravan-karavan karena disamping kiri kanan kita melihat kapal lain yang juga sedang beristirahat.
Pulau di Kepualauan Komodo |
Hari terakhir ketika berangkat kita ditemani oleh sekelompok lumba-lumba yang berenang di dekat Perahu kita, pagi ini kita menuju tempat yang disebut Manta Point. Karena di tempat itulah kita bisa melihat pari yang tidak menyengat terbut sering muncul walau hanya dari perahu. Namun ketika tiba di tempat itu arusnya sangat deras dan bergelombang, beberapa saat kita berputar-putar kita tidak juga melihat Pari Manta raksasa itu, nampaknya ini bukan hari keberuntungan kita. Kitapun melanjutkan perjalanan pulang dan ketika ingin mampir di sebuah pulau kita tidak bisa merapat karena gelombang yang sedang tinggi dan memutuskan untuk melewatkannya dan langsung menuju Pulau Sebayur untuk mengantar tamu Bang Pedi karena mereka akan menginap di Resort di Pulau Sebayur yang berbentuk seperti gubuk namun tampak rapid an didalamnya sangat mewah.
Sebelum turun ke pulau kita menunggu makan yang baru dimasak karena di perjalanan tadi chef kita tidak bisa memasak karena gelombangnya yang tinggi.Sebenarnya di kita juga bersnorkling namun tampaknya di antara kita tidak ada yang berniat untuk basah-basahan lagi, tisu basah sangat berguna ketika di atas kapal karena tidak mungkin mandi setiap saat, air tawar di kapal sangat terbatas.
Setelah mereka menyeberang kitapun segera melanjutkan perjalanan pulang menuju Labuan Bajo, namun di perjalan pulang ini gelombang yang besar menemani perjalanan kita, sayapun hampir mabok laut sampai saya merebahkan diri untuk menetralisirnya. Slah satu kegiatan menantang yang saya lakukan adalah ikut berdiri di ujung haluan kapal ketika membelah gelombang, ketika ujung kapal terangkat ke atas dan akan jatuh ke bawah saat itulah adrenalin kita akan memuncak, wahana permainan yang sederhana namun menantang.
Sesempainya di Pelabuhan Labuan Bajo ternyata ada banyak anak-anak sekolah dengan bendera kecil yang ternyata akan menyambut kedatangan Jusuf Kala yang datang dari Pulau Komodo dalam rangka pemenangan Pulau Komodo sebagai salah satu keajaiban dunie. Yang membuat saya senang adalah akan diadakan pertunjukan tari caci, tari khas Mangggarai. Karena ini adalah momen yang paling saya tunggun sayapun kembali ke Hotel untuk mandi dan segera kembali ke pelabuhan ini.
Terima kasih yang terhingga saya ucapkan kepada bang Pedi yang telah mengajak saja hingga bisa menginjakan di Taman Nasional Komodo ini, serta Kru Kapal kapten Sofian, Juna, Gus dan Yos atas kebersaaannya di atas kapal. Serta Raymond, Nordis, Francois dan Alain yang begitu baik hati.
Untuk Foto-foto Lainnya bisa dilihat di sini.
0 komentar:
Posting Komentar